Sejak kecil (gak sejak bayi sih), aku selalu punya body yang krempeng atau skinny (okeh, kecuali betis ya). Mau makan siang 3 piring pun gak akan ngaruh ke timbangan atau ukuran celana. Memasuki umur kepala 3, ceritanya berubah. Ukuran celana sudah naik 2 nomor dibandingkan 3-4 tahun lalu, diperkirakan sih karena : 1) metabolisme melambat, 2) berhenti beraktivitas fisik yang heboh. Atau sebenernya yang kedua juga ikut bersumbangsih untuk menyebabkan yang pertama ya?
Udah gitu, ditambah lagi waktu libur Lebaran, aku nyoba main bebaletan di pagar pembatas ruang rapat kantornya Omla (mumpung kosong bok), hasilnya? KRAM JAYA!! Udah less flexible banget dibandingkan 10 taun laluh... Jadi harus melakukan sesuatu nih! Kalo gak dilatih berpotensi menimbulkan cedera-cedera yang gak perlu, karena melakukan gerakan-gerakan yang "dulu bisa, tapi sekarang udah kaku".
Akhirnya nyari olahraga apa yang bisa melatih fleksibilitas... Hmm... kebanyakan artikel tentang ballet menunjuk ke PILATES. Selain melatih fleksibilitas, bonusnya adalah anggota badan jadi lebih kencang. Waaaa.... cocok nih sama kakiku yang ukurannya udah melar. Tujuan akhirnya sih bisa makek celana-celana lama lagi. Atau paling gak makek celana baru yang terlanjur dibeli via online tapi pas nyampe di rumah ternyata ketat.
Setelah survey sana-sini, dengan mempertimbangkan harga, jarak, dan review di internet, akhirnya aku memilih belajar pilates dengan Rani. Selengkapnya tentang Rani bisa dilihat di www.pilatesid.com.
Nah, sekarang aku mau cerita tentang pengalaman ber-pilates. Sejauh ini sih aku baru 6 kali latihan dari paket 10 kali latihan. Karena pertimbangan jadwal, latihan dilakukan seminggu sekali setiap sabtu.
Kalau melihat di video dan foto-foto tentang Pilates di Internet, kayaknya gak terlalu berat. ya iyalah, model atau instrukturnya udah jago pastinya, jadi gak keliatan ngoyo atau pegel. Ternyata, di pertemuan pertama, baru kerasa kalo pilates tuh berat. Melakukan gerakan kayak developpe-nya ballet yang dulu cukup simple, ternyata sekarang berat, padahal udah gak mikirin kakinya mesti "turned out" tuh... Bahkan gerakan jinjit2 kayak releve-nya ballet itu aja ternyata bisa bikin betis panas. Selesai latian selama 1 jam, baju basah semua.
Tapi yang lebih "seru" justru setelah latian selesai. Sehari kemudian dari pinggang ke bawah sakit semua. Jalannya jadi kayak orang abis sunatan. Dan paling menderita kalo naik turun tangga, padahal untuk mencapai ruang kerjaku di kantor, harus turun tangga 2 lantai, terus untuk keluar harus naik tangga lagi. Sempet merasa... wah, kapok nih ikut pilates, padahal udah bayar jaya buat 10 sesi. Gimana sabtu depan bisa latian lagi kalo sakit begini...
Ternyata.... hari kamis sakitnya hilang. Sabtu depannya latian lagi. Terus Minggu-nya sakit kaki lagi. Tapi Rabunya sudah hilang. Lama-lama sakitnya tambah sebentar, malah di beberapa bagian sudah gak sakit lagi. Kira-kira di pertemuan ke-5, aku sudah gak nyesel lagi ikutan pilates, malahan pengen lagi dan lagi, meskipun capek (iya lah, olahraga ya pasti capek).
Hasilnya? Ya belum terlalu keliatan sih, karena konon kata pak Joseph Pilates, hasilnya baru keliatan setelah 10 kali, tapi setidaknya Tenun Bermuda Pants-nya Cotton Ink yang dulu susah masuk, sehingga awalnya belum pernah aku pakai sama sekali, sekarang sudah bisa aku pakai kemana-mana dengan nyaman.
Terus waktu di rumah, aku coba buat roll over, ternyata bisa tanpa harus mendapatkan bantuan tangan (untuk ndorong pantat yang berat). Berarti fleksibilitas udah lebih baik. Kesimpulannya: It works!
Jadi sodara-sodara, jangan ragu-ragu kalau mau coba pilates. Awalnya emang agak berat, tapi lama-lama bakal ketagihan lho....
Pemusik Amatir. Dulunya Hobi Menari. Senang Jalan-jalan. Tukang Tidur. Trekkies. Dan Lain-Lain.
Friday, October 18, 2013
Friday, May 17, 2013
Cerita dari Kasim
Sebentar lagi aku mutasi dari Sorong. Banyak senangnya, tapi ada juga sedihnya. Kalau senangnya sudah bisa ditebak lah ya: dekat Omla, dekat ortu, dekat the KUDA!s, dekat segala macam seminar/workshop di hari wiken, dekat gank rajut, dll. Bisa sering-sering
Sedihnya apa? Yang pertama: sedih ninggalin kucing tiban alias si belangtiga di rumah dinas. Setelah Omla mutasi ke Jakarta, kami kukutan dari rumah dinas di Sorong. Selama belum mutasi fisik ke Jakarta, kalau lewat di kota Sorong (sebelum off ke Jakarta atau sebelum naik ke Kasim) aku selalu menyempatkan untuk mampir ke rumah, meletakkan 1/2 kg makanan kucing di halaman belakang ex-rumah dinas Sorong.
Yang kedua: sedih meninggalkan udara segar dan lalu lintas bebas macet. Karena udaranya masih segar, meskipun di pinggir laut, di Kasim itu kalau tidur malam gak perlu pakai AC. Gak usah ditanya deh ya, kalo Jakarta tuh kayak apa.
Yang ketiga: sedih meninggalkan gank ibu-ibu mess S2. Waktu BPS di Simpruk, waktu berkantor di Sekuriti, waktu di Kwarnas, waktu di Satrio, dan di Prabumulih, aku selalu menemukan grup pertemanan yang lumayan dekat. Grup pertemanan ini yang membuat aku betah bekerja di tempat-tempat tersebut. Di Sorong ini, aku agak lambat untuk menemukan grup pertemanan. Temanku siapa aja? Bapak-bapak tim manajemen? Nyambungnya cuman di kerjaan aja. Di luar itu... yaa susah lah mau diajak ngomong soal masakan, soal ngosek kamar mandi, hal-hal kecil yang terjadi sehari-hari. Kalo diajakin ngobrol tentang investasi, keuangan, dll, disangkanya ntar gue ngajarin lagiii....
Nah, ketika di Kasim, aku akhirnya menemukan lingkaran pertemanan itu. Ternyata aku nyambung dengan ibu-ibu outsourcing yang sama-sama tinggal di mess S2. Kami suka ketawa-ketiwi dan masak-masak untuk mengusir kebosanan dan kesebelan di Kasim. Yah, tapi untuk ibu-ibu ini sih, masih bisa sms-an, email-emailan, surat-suratan, meskipun kalau mau ketemuan mungkin susah sering-sering kayak dengan gank rajut BPS TI.
Yang keempat: Makanan!!! Yak betul.... Ikan Baronang Bakar Marinda misalnya, yang kayak begitu sulit ditemukan di tempat lain.... Belum lagi bahan-bahan makanan seperti singkong yang lebih superior dibandingkan singkong di Jawa.
Kurang lebih begitulah hal-hal yang bikin sedih. Tapi tentunya aku harus maju terus kan ya.... Karena toh senangnya masih lebih banyak dari sedihnya. Berikutnya aku akan cerita ttg kisah seru perjuangan kawan-kawan LS di Kasim.
Sedihnya apa? Yang pertama: sedih ninggalin kucing tiban alias si belangtiga di rumah dinas. Setelah Omla mutasi ke Jakarta, kami kukutan dari rumah dinas di Sorong. Selama belum mutasi fisik ke Jakarta, kalau lewat di kota Sorong (sebelum off ke Jakarta atau sebelum naik ke Kasim) aku selalu menyempatkan untuk mampir ke rumah, meletakkan 1/2 kg makanan kucing di halaman belakang ex-rumah dinas Sorong.
Yang kedua: sedih meninggalkan udara segar dan lalu lintas bebas macet. Karena udaranya masih segar, meskipun di pinggir laut, di Kasim itu kalau tidur malam gak perlu pakai AC. Gak usah ditanya deh ya, kalo Jakarta tuh kayak apa.
Yang ketiga: sedih meninggalkan gank ibu-ibu mess S2. Waktu BPS di Simpruk, waktu berkantor di Sekuriti, waktu di Kwarnas, waktu di Satrio, dan di Prabumulih, aku selalu menemukan grup pertemanan yang lumayan dekat. Grup pertemanan ini yang membuat aku betah bekerja di tempat-tempat tersebut. Di Sorong ini, aku agak lambat untuk menemukan grup pertemanan. Temanku siapa aja? Bapak-bapak tim manajemen? Nyambungnya cuman di kerjaan aja. Di luar itu... yaa susah lah mau diajak ngomong soal masakan, soal ngosek kamar mandi, hal-hal kecil yang terjadi sehari-hari. Kalo diajakin ngobrol tentang investasi, keuangan, dll, disangkanya ntar gue ngajarin lagiii....
Nah, ketika di Kasim, aku akhirnya menemukan lingkaran pertemanan itu. Ternyata aku nyambung dengan ibu-ibu outsourcing yang sama-sama tinggal di mess S2. Kami suka ketawa-ketiwi dan masak-masak untuk mengusir kebosanan dan kesebelan di Kasim. Yah, tapi untuk ibu-ibu ini sih, masih bisa sms-an, email-emailan, surat-suratan, meskipun kalau mau ketemuan mungkin susah sering-sering kayak dengan gank rajut BPS TI.
Yang keempat: Makanan!!! Yak betul.... Ikan Baronang Bakar Marinda misalnya, yang kayak begitu sulit ditemukan di tempat lain.... Belum lagi bahan-bahan makanan seperti singkong yang lebih superior dibandingkan singkong di Jawa.
Kurang lebih begitulah hal-hal yang bikin sedih. Tapi tentunya aku harus maju terus kan ya.... Karena toh senangnya masih lebih banyak dari sedihnya. Berikutnya aku akan cerita ttg kisah seru perjuangan kawan-kawan LS di Kasim.
Thursday, May 16, 2013
Jekardah!
Hari Rabu minggu lalu, aku kembali mencicipi berbagai moda transportasi khas Jakarta. Udah 3 tahunan terakhir tinggal di daerah sepi yang kalo mau pulang-pergi kantor tinggal sepelemparan batu, jadi ngicip tranportasi Jakarta itu termasuk sesuatu banget.
Moda transportasi yang pertama adalah: TRANSJAKARTA. Untuk berpindah dari Gambir ke Menara Standard Chartered, aku naik transjakarta jalur 2 dari halte Istiqlal, kemudian pindah ke jalur 1 di Harmoni. Kalau ini sih seperti biasa, pasti diwarnai dengan menunggu, mengantri, dan berdesakan. Untungnya hari itu antrian di Harmoni tidak terlalu panjang, meskipun mesti nunggu lama waktu di Istiqlal. Derajat kepenuhan bus tergolong biasa saja untuk jam pulang kerja, gak tau ya gimana jam 7 malam nanti....
Aku tiba dalam waktu yang cukup singkat, 1/2 jam saja dari Istiqlal ke halte Karet. Habis itu disambung jalan kaki ke Menara Standard Chartered. Sampai di Menara Stanchart, ternyata Omla nunggu di lobby depan bareng sama pak Bos Prabumulih. Hahaha... si Bapak mau pulang ke kost ceritanya. Cieeh, anak kost sekarang pak...
Setelah berhaha-hihi sebentar, aku dan Omla naik ke lantai 28. Gantian ber-haha-hihi dengan samtoje alias Mas Tejo. Ngobrol sebentar dengan Hayat dan Indy, ke toilet (yang masih begitu-begitu aja, tapi setidaknya jauh lebih eksklusif dan bersih daripada toilet di.... Kaa....*****), terus aku, Omla, dan Hayat pun beranjak pergi ke JCC.
Kami mau ke pameran furniture. Aku dan Omla mau lihat kasur. Hayat mau liat rak buku. Dan kami pun berpindah dari Menara Standchart ke JCC dengan menggunakan moda transportasi kedua: OJEK. Karena ber-3, jadi naik 3 ojek. Keren juga. Mereka menyediakan helm yang bersih dan wangi. Kayaknya persaingan antar tukang ojek mengharuskan mereka memberikan servis yang excellent.
Ojeknya nyelempit-nyelempit di gang-gang daerah Benhill. Tau-tau udah keluar di dekat Graha Jala Puspita aja... 10 menit saja, sampe deh di JCC. Mungkin tarifnya lebih mahal daripada naik taksi (apalagi kalau dihitung 3 orang), tapi waktu tempuhnya jauh lebih cepat.
Kami gak lama-lama di pameran. 1/2 jam saja. Karena yang dicari sudah jelas sih. Habis itu jalan pulang. Hayat naik ojek ke stasiun Palmerah. Aku dan Omla jalan kaki sampe ke pinggiran jalan Sudirman. Jauuuhh yaaa.... Sampe di sana nyari taksi, yang ternyata susah bangeett...
Akhirnya kami nyebrang ke sisi BEI. Tetep aja susah nyari taksi.... sehingga kami pun memutuskan naik moda transportasi ketiga: KOPAJA... yang kami kira P19... ke arah Blok M. Maksudnya kalo P19 gitu kan bisa berhenti di TB Simatupang terus nyambung P20 yang ke arah Senen. Udah deket Blok M, aku baru sadar kalo itu bukan P19, melainkan S66. Berarti ya cuman bisa sampe Blok M.
Dari Blok M naik apa? Bisa S75, tapi macetnya amit-amit pastinya.... Ngebayangin bisnya ngantre di traffic light Tendean-Mampang aja putus asa.
Kemudian di depan hotel Ambhara, kami melihat banyak BAJAJ. Aku jadi pengen naik BAJAJ. Kayaknya bisa cepet nyampe rumah. Kami pun mencoba nawar BAJAJ. Bapaknya nawarin 50rebu lho... agak mahal sih, kalau untuk dari Blok M ke Buncit. Ditawar 40rebu gak mau dia, alasannya macet.
Ya sudahlah, 50rebu pun kami embat juga!!! Yiihhaaa.... Tapi emang cepet looohhh.... kebayang kan si Bajaj nyerobot-nyerobot jalur kanan waktu jalur kita macet. Di daerah Kemang Utara tuh yang cuman 1 jalur untuk 1 arah. Hahaha.... belum lagi kalo di turunan, dapet bonus ajrut-ajrutan, serasa lompat-lompat di spring bed. Aku dan Omla belum pernah naik bajaj barengan sebelumnya, jadi kami pun sempet berfoto di atas bajaj...
1/2 jam kurang, dari Blok M sudah sampai ke rumah. Hmm... jarang2 lho ada Bajaj masuk ke Buncit Indah. Biasanya cuman ada taksi atau ojek aja.
Sepertinya memang harus berdamai dengan transportasi Jakarta, mengingat dalam waktu dekat bakal kembali jadi orang Jakarta.
Moda transportasi yang pertama adalah: TRANSJAKARTA. Untuk berpindah dari Gambir ke Menara Standard Chartered, aku naik transjakarta jalur 2 dari halte Istiqlal, kemudian pindah ke jalur 1 di Harmoni. Kalau ini sih seperti biasa, pasti diwarnai dengan menunggu, mengantri, dan berdesakan. Untungnya hari itu antrian di Harmoni tidak terlalu panjang, meskipun mesti nunggu lama waktu di Istiqlal. Derajat kepenuhan bus tergolong biasa saja untuk jam pulang kerja, gak tau ya gimana jam 7 malam nanti....
Aku tiba dalam waktu yang cukup singkat, 1/2 jam saja dari Istiqlal ke halte Karet. Habis itu disambung jalan kaki ke Menara Standard Chartered. Sampai di Menara Stanchart, ternyata Omla nunggu di lobby depan bareng sama pak Bos Prabumulih. Hahaha... si Bapak mau pulang ke kost ceritanya. Cieeh, anak kost sekarang pak...
Setelah berhaha-hihi sebentar, aku dan Omla naik ke lantai 28. Gantian ber-haha-hihi dengan samtoje alias Mas Tejo. Ngobrol sebentar dengan Hayat dan Indy, ke toilet (yang masih begitu-begitu aja, tapi setidaknya jauh lebih eksklusif dan bersih daripada toilet di.... Kaa....*****), terus aku, Omla, dan Hayat pun beranjak pergi ke JCC.
Kami mau ke pameran furniture. Aku dan Omla mau lihat kasur. Hayat mau liat rak buku. Dan kami pun berpindah dari Menara Standchart ke JCC dengan menggunakan moda transportasi kedua: OJEK. Karena ber-3, jadi naik 3 ojek. Keren juga. Mereka menyediakan helm yang bersih dan wangi. Kayaknya persaingan antar tukang ojek mengharuskan mereka memberikan servis yang excellent.
Ojeknya nyelempit-nyelempit di gang-gang daerah Benhill. Tau-tau udah keluar di dekat Graha Jala Puspita aja... 10 menit saja, sampe deh di JCC. Mungkin tarifnya lebih mahal daripada naik taksi (apalagi kalau dihitung 3 orang), tapi waktu tempuhnya jauh lebih cepat.
Kami gak lama-lama di pameran. 1/2 jam saja. Karena yang dicari sudah jelas sih. Habis itu jalan pulang. Hayat naik ojek ke stasiun Palmerah. Aku dan Omla jalan kaki sampe ke pinggiran jalan Sudirman. Jauuuhh yaaa.... Sampe di sana nyari taksi, yang ternyata susah bangeett...
Akhirnya kami nyebrang ke sisi BEI. Tetep aja susah nyari taksi.... sehingga kami pun memutuskan naik moda transportasi ketiga: KOPAJA... yang kami kira P19... ke arah Blok M. Maksudnya kalo P19 gitu kan bisa berhenti di TB Simatupang terus nyambung P20 yang ke arah Senen. Udah deket Blok M, aku baru sadar kalo itu bukan P19, melainkan S66. Berarti ya cuman bisa sampe Blok M.
Dari Blok M naik apa? Bisa S75, tapi macetnya amit-amit pastinya.... Ngebayangin bisnya ngantre di traffic light Tendean-Mampang aja putus asa.
Kemudian di depan hotel Ambhara, kami melihat banyak BAJAJ. Aku jadi pengen naik BAJAJ. Kayaknya bisa cepet nyampe rumah. Kami pun mencoba nawar BAJAJ. Bapaknya nawarin 50rebu lho... agak mahal sih, kalau untuk dari Blok M ke Buncit. Ditawar 40rebu gak mau dia, alasannya macet.
Ya sudahlah, 50rebu pun kami embat juga!!! Yiihhaaa.... Tapi emang cepet looohhh.... kebayang kan si Bajaj nyerobot-nyerobot jalur kanan waktu jalur kita macet. Di daerah Kemang Utara tuh yang cuman 1 jalur untuk 1 arah. Hahaha.... belum lagi kalo di turunan, dapet bonus ajrut-ajrutan, serasa lompat-lompat di spring bed. Aku dan Omla belum pernah naik bajaj barengan sebelumnya, jadi kami pun sempet berfoto di atas bajaj...
1/2 jam kurang, dari Blok M sudah sampai ke rumah. Hmm... jarang2 lho ada Bajaj masuk ke Buncit Indah. Biasanya cuman ada taksi atau ojek aja.
Sepertinya memang harus berdamai dengan transportasi Jakarta, mengingat dalam waktu dekat bakal kembali jadi orang Jakarta.
Thursday, March 21, 2013
Si Belangtiga
Ini dia, yang bikin berat ketika kudu pindah dari rumah dinas Sorong:
Perkenalkan.... Si Belangtiga!!!
Jadi Belangtiga itu adalah kucing tiban, alias kucing liar yang datang ke rumah, terus lama-lama kita bersahabat. Dari namanya sudah tersurat bahwa dia merupakan kucing belang tiga.
Aku bukan pecinta kucing yang suka nguyel-nguyel kucing sampe dicium-cium. Ngelus-ngelus aja gak pernah. Cuman aku suka memelihara aja: ngasih makan, ngeliat si miauw kenyang setelah menghabiskan sisa-sisa makanan kami, terus sambil grooming.
Awalnya si Belangtiga ini kerjaannya ngaduk-ngaduk tong sampah di dapur KUDA! dan Omla. Karena bandel, kami suka menggertak supaya dia gak mendekati dapur kami. Jadi si Belangtiga pun takut sama kami. Tapi lama-lama, ketika punya sisa makanan, kami sering meninggalkan sisa makanan itu di halaman belakang. Ternyata si Belangtiga makan sisa makanan itu, dan dia jadi gak ngaduk-ngaduk tong sampah lagi.
Akhirnya jadi kebiasaan deh. Apalagi Omla seneng makan ikan goreng. Kepala dan tulang-tulang ikan itu pasti jadi santapan si Belangtiga. Lama-lama, dia jadi gak takut lagi sama kami. Bahkan gak malu-malu minta makan. Kami sih senang-senang saja, toh dia juga tidak mengganggu. Malahan makanan kami jadi lebih efisien dan efektif. Gak banyak sisa.
Beberapa minggu lagi, kami akan pindahan dari rumah dinas. Kemana? Yah, masih rahasia sih... Yang pasti, untuk alasan yang gak ada hubungannya: bukan cuman kami yang pindah dari kompleks, tetangga-tetangga kami sudah pada kabur duluan, karena ada perubahan sistem kerja.
Si Belangtiga sebenarnya kan kucing liar. Seandainya di kompleks situ masih banyak penghuninya, aku gak terlalu berat meninggalkan si Belangtiga. Dia bisa ngorek-ngorek dari tong sampah besarnya para tetangga. Tapi sekarang, karena gak ada penghuni, maka gak ada sampah sisa makanan.
Yah... semoga kamu bisa menemukan supplier makanan baru ya, Belangtiga... Pindah teritori atau gimana gitu... Atau berubah jadi vegetarian. Habis mau dibawa pindah ke tempat baru juga susah... ntar malah dia stress. Kucing kan binatang teritorial...
Perkenalkan.... Si Belangtiga!!!
Jadi Belangtiga itu adalah kucing tiban, alias kucing liar yang datang ke rumah, terus lama-lama kita bersahabat. Dari namanya sudah tersurat bahwa dia merupakan kucing belang tiga.
Aku bukan pecinta kucing yang suka nguyel-nguyel kucing sampe dicium-cium. Ngelus-ngelus aja gak pernah. Cuman aku suka memelihara aja: ngasih makan, ngeliat si miauw kenyang setelah menghabiskan sisa-sisa makanan kami, terus sambil grooming.
Awalnya si Belangtiga ini kerjaannya ngaduk-ngaduk tong sampah di dapur KUDA! dan Omla. Karena bandel, kami suka menggertak supaya dia gak mendekati dapur kami. Jadi si Belangtiga pun takut sama kami. Tapi lama-lama, ketika punya sisa makanan, kami sering meninggalkan sisa makanan itu di halaman belakang. Ternyata si Belangtiga makan sisa makanan itu, dan dia jadi gak ngaduk-ngaduk tong sampah lagi.
Akhirnya jadi kebiasaan deh. Apalagi Omla seneng makan ikan goreng. Kepala dan tulang-tulang ikan itu pasti jadi santapan si Belangtiga. Lama-lama, dia jadi gak takut lagi sama kami. Bahkan gak malu-malu minta makan. Kami sih senang-senang saja, toh dia juga tidak mengganggu. Malahan makanan kami jadi lebih efisien dan efektif. Gak banyak sisa.
Beberapa minggu lagi, kami akan pindahan dari rumah dinas. Kemana? Yah, masih rahasia sih... Yang pasti, untuk alasan yang gak ada hubungannya: bukan cuman kami yang pindah dari kompleks, tetangga-tetangga kami sudah pada kabur duluan, karena ada perubahan sistem kerja.
Si Belangtiga sebenarnya kan kucing liar. Seandainya di kompleks situ masih banyak penghuninya, aku gak terlalu berat meninggalkan si Belangtiga. Dia bisa ngorek-ngorek dari tong sampah besarnya para tetangga. Tapi sekarang, karena gak ada penghuni, maka gak ada sampah sisa makanan.
Yah... semoga kamu bisa menemukan supplier makanan baru ya, Belangtiga... Pindah teritori atau gimana gitu... Atau berubah jadi vegetarian. Habis mau dibawa pindah ke tempat baru juga susah... ntar malah dia stress. Kucing kan binatang teritorial...
Saturday, March 09, 2013
Jajanan Sorong : Malioboro
Tidak hanya Jogja yang punya Malioboro, Sorong juga punya lho! Malioboro adalah nama warung makan yang menjual pecel lele, bebek goreng, dan kawan-kawannya. Di siang hari, warung Malioboro bisa ditemui di kios permanen di Jl. Basuki Rachmat (dekat gereja Maranatha), sedangkan di malam hari kita bisa menjumpai warung Malioboro di antara warung-warung tenda Tembok Berlin.
Menu kesukaan KUDA!: Bebek Goreng Jumbo. Kriyes-kriyes-nya pas, lemaknya kering.
Menu kesukaan Omla : apapun ikan air tawar yang ada, kecuali lele. Mereka pernah menyediakan ikan Mujair, suatu barang langka di Sorong. Sayang sambelnya kurang cocok buat Omla.
Menu "spesial" : Pecel Lele raksasa. Pernah makan bareng adek-adek junior di sana, mereka dapat ikan lele yang gede sampe buntutnya keluar dari piring.
Untuk harganya, standar Tembok lah: Bebek Goreng 20-35rb, tergantung ukuran. Kepiting 45rb.
Kalau disuruh memilih bebek goreng terenak di Sorong, aku akan memilih bebek goreng Malioboro ini.
Menu kesukaan KUDA!: Bebek Goreng Jumbo. Kriyes-kriyes-nya pas, lemaknya kering.
Menu kesukaan Omla : apapun ikan air tawar yang ada, kecuali lele. Mereka pernah menyediakan ikan Mujair, suatu barang langka di Sorong. Sayang sambelnya kurang cocok buat Omla.
Menu "spesial" : Pecel Lele raksasa. Pernah makan bareng adek-adek junior di sana, mereka dapat ikan lele yang gede sampe buntutnya keluar dari piring.
Untuk harganya, standar Tembok lah: Bebek Goreng 20-35rb, tergantung ukuran. Kepiting 45rb.
Kalau disuruh memilih bebek goreng terenak di Sorong, aku akan memilih bebek goreng Malioboro ini.
Sunday, February 17, 2013
Transit @Hasanuddin Airport
Perjalanan dinas lagi, kali ini ke Semarang. Transit lagi di Makassar, berganti dari airline asal Palembang ke airline BUMN flag carrier-nya Indonesia.
Tadi pagi, waktu check in airline asal Palembang, dibikin sebel sama antrian. Iya aku tahu sih, belum semua orang Indonesia sadar pentingnya ngantri, tapi tetep aja sebel kalo terjebak di antrian yang kacrut.
Jadi ceritanya ada bapak-bapak yang datang di belakangku. Entah gimana, tau-tau di nyelak dari sebelah kanan antrian, terus meletakkan tiketnya di depan petugas check in. Dengan harapan setelah si mbak menyelesaikan dokumen yang lagi dikerjakan, berikutnya bakal ngambil tiket si bapak nyelak itu. Padahal di depanku masih ada bapak-bapak lain.
Karena gak pengen ribut sama orang pagi-pagi, akhirnya aku mengkaryakan tangan panjangku. Waktu si bapak itu meleng, tiketnya aku geser menjauh dari depan petugas check in. Hihihihihi.... Bapak itu mbalikin posisi tiketnya ke posisi awal, tepat pada saat si mbak selesai ngerjain tiketnya bapak-bapak di depanku. Aku langsung mengacungkan tiketku sambil bilang: "Orang itu belakangan datang ya mbak." Sambil menggumam pelan ke arah bapak nyelak : "Gak bisa ngantre ya lu...". Sepertinya di Sorong emang banyak yang belum sadar kalau antrian itu tujuannya supaya kita semua sama-sama enak.
Naahh.... terus setelah itu sih lancar jaya. Tapi pas di pesawat, ada bapak-bapak salah baca boarding pass. Dia tadinya duduk di sebelahku (dia 12E, aku 12D). Tau-tau datang 2 orang mas-mas, mau duduk di 12F. Maka aku pun berdiri ngasih jalan.
Kirain cuman 1 orang, gak taunya 2-2nya mau duduk di 12 E dan F. Lha kumaha iye, masa' 3 kursi buat berempat. Dan kalo dari Sorong jarang sekali airline Palembang itu ada double seat.
Dan 2 mas-mas + 1 bapak itu santai2 aja gak nyadar kalo jumlah orang dan jumlah kursi gak match. Mereka mau masuk aja gitu ke row 12 itu. Akhirnya aku protes: "Heh! Gimana ceritanya, masa' 3 kursi mau diisi 4 orang?! Bapak tempat duduknya nomor berapa?!"
Mungkin protesnya terlalu kenceng kali ya, karena tadi pagi diselak, masa' sekarang digusur? Mas-mas pramugara akhirnya nyamperin kami. Rupanya setelah dicheck, bapak yang tadi di sebelahku yang salah. Mas-mas berdua tadi yang harusnya di 12 E dan F. Setelah aku duduk, baru nyadar: ih tadi kan di kursi belakang ada 2 bapak-bapak Pertamina EP. Ketauan deh, istrinya pak Wawan galak... :P
Terus ya, di bangku nomor 11 ada mas-mas asik main game pake iPhone + headset. Semacam cafe world gitu kayaknya. Aku gak familiar dengan game-game-nya iOS. Dari mulai dia duduk, pesawat udah masuk runway... main game terus. Cuman pas pesawat lari di runway aja dia matiin bentar itu game + copot headsetnya karena diminta sama pramugari. Eeee... belum juga pemandangan pelabuhan Sorong hilang dari jendela pesawat, doi udah makek headset lagi. Mbok ya paling gak tunggu sampe lampu seat belt mati.
Gak boleh pake headset pada saat take off dan landing itu kan tujuannya supaya kalo ada tanda bahaya, dia bisa denger... Hmmm... bisa beli iPhone tapi kok gak ngerti bahwa aturan keselamatan penerbangan itu dibuat demi keselamatan dia juga.
Terus adalagi mas-mas lebay. Pake headphone segede bapak-bapak kru darat di bandara. Dan aku perhatikan, headphone itu gak ada kabelnya. Emang playernya jadi 1 dengan headphone, atau pake bluetooth ya? Kalo pake bluetooth, emang boleh digunakan di penerbangan ya?
Tiba di Makassar tepat waktu, tapi nunggu kopernya lama banget. Ternyata tadi 1 pesawat sama artis-artis. (oh mungkin, mas-mas headphone gajah itu artis ya).
Aku punya tempat nongkrong baru di bandara Hasanuddin: Starbucks. Iya bener, Starbucks. Aku paling malas nongkrong di Starbucks kalau ke mall, karena minuman coklatnya kurang begitu oke, dan harganya premium. Rugi dua kali...
Tapi nongkrong di bandara Hasanuddin ini beda. Selalu ada orang-orang yang bisa diamati (dan kadang-kadang nguping pembicaraannya juga... hahahaha...). Mungkin karena Makassar ini salah satu hub penerbangan, jadi orang yang masuk Starbucks adalah orang-orang berduit dari berbagai daerah. Unik-unik. Ada pejabat yang bawa begundalnya, ada pejabat yang masuk ke Starbucks dengan ekspektasi minta dilayani seperti di resto biasa (minuman dan makanan diantar ke meja), ada mbak-mbak berkerudung yang ngerokok, ada business man yang lagi bahas hobinya, ada pemuka agama yang bahas pekerjaannya, dan tentu saja... ada mbak-mbak kurang kerjaan yang nguping sambil pura-pura ngetik/main game. :-D
Yak, waktunya untuk mendaftarkan koper ke bagasi. Tadi sudah check-in, tapi si airline BUMN belum mau terima bagasi kalau belum 2 jam sebelum keberangkatan. Takut tercampur dengan penerbangan lain sepertinya. C u....
Tadi pagi, waktu check in airline asal Palembang, dibikin sebel sama antrian. Iya aku tahu sih, belum semua orang Indonesia sadar pentingnya ngantri, tapi tetep aja sebel kalo terjebak di antrian yang kacrut.
Jadi ceritanya ada bapak-bapak yang datang di belakangku. Entah gimana, tau-tau di nyelak dari sebelah kanan antrian, terus meletakkan tiketnya di depan petugas check in. Dengan harapan setelah si mbak menyelesaikan dokumen yang lagi dikerjakan, berikutnya bakal ngambil tiket si bapak nyelak itu. Padahal di depanku masih ada bapak-bapak lain.
Karena gak pengen ribut sama orang pagi-pagi, akhirnya aku mengkaryakan tangan panjangku. Waktu si bapak itu meleng, tiketnya aku geser menjauh dari depan petugas check in. Hihihihihi.... Bapak itu mbalikin posisi tiketnya ke posisi awal, tepat pada saat si mbak selesai ngerjain tiketnya bapak-bapak di depanku. Aku langsung mengacungkan tiketku sambil bilang: "Orang itu belakangan datang ya mbak." Sambil menggumam pelan ke arah bapak nyelak : "Gak bisa ngantre ya lu...". Sepertinya di Sorong emang banyak yang belum sadar kalau antrian itu tujuannya supaya kita semua sama-sama enak.
Naahh.... terus setelah itu sih lancar jaya. Tapi pas di pesawat, ada bapak-bapak salah baca boarding pass. Dia tadinya duduk di sebelahku (dia 12E, aku 12D). Tau-tau datang 2 orang mas-mas, mau duduk di 12F. Maka aku pun berdiri ngasih jalan.
Kirain cuman 1 orang, gak taunya 2-2nya mau duduk di 12 E dan F. Lha kumaha iye, masa' 3 kursi buat berempat. Dan kalo dari Sorong jarang sekali airline Palembang itu ada double seat.
Dan 2 mas-mas + 1 bapak itu santai2 aja gak nyadar kalo jumlah orang dan jumlah kursi gak match. Mereka mau masuk aja gitu ke row 12 itu. Akhirnya aku protes: "Heh! Gimana ceritanya, masa' 3 kursi mau diisi 4 orang?! Bapak tempat duduknya nomor berapa?!"
Mungkin protesnya terlalu kenceng kali ya, karena tadi pagi diselak, masa' sekarang digusur? Mas-mas pramugara akhirnya nyamperin kami. Rupanya setelah dicheck, bapak yang tadi di sebelahku yang salah. Mas-mas berdua tadi yang harusnya di 12 E dan F. Setelah aku duduk, baru nyadar: ih tadi kan di kursi belakang ada 2 bapak-bapak Pertamina EP. Ketauan deh, istrinya pak Wawan galak... :P
Terus ya, di bangku nomor 11 ada mas-mas asik main game pake iPhone + headset. Semacam cafe world gitu kayaknya. Aku gak familiar dengan game-game-nya iOS. Dari mulai dia duduk, pesawat udah masuk runway... main game terus. Cuman pas pesawat lari di runway aja dia matiin bentar itu game + copot headsetnya karena diminta sama pramugari. Eeee... belum juga pemandangan pelabuhan Sorong hilang dari jendela pesawat, doi udah makek headset lagi. Mbok ya paling gak tunggu sampe lampu seat belt mati.
Gak boleh pake headset pada saat take off dan landing itu kan tujuannya supaya kalo ada tanda bahaya, dia bisa denger... Hmmm... bisa beli iPhone tapi kok gak ngerti bahwa aturan keselamatan penerbangan itu dibuat demi keselamatan dia juga.
Terus adalagi mas-mas lebay. Pake headphone segede bapak-bapak kru darat di bandara. Dan aku perhatikan, headphone itu gak ada kabelnya. Emang playernya jadi 1 dengan headphone, atau pake bluetooth ya? Kalo pake bluetooth, emang boleh digunakan di penerbangan ya?
Tiba di Makassar tepat waktu, tapi nunggu kopernya lama banget. Ternyata tadi 1 pesawat sama artis-artis. (oh mungkin, mas-mas headphone gajah itu artis ya).
Aku punya tempat nongkrong baru di bandara Hasanuddin: Starbucks. Iya bener, Starbucks. Aku paling malas nongkrong di Starbucks kalau ke mall, karena minuman coklatnya kurang begitu oke, dan harganya premium. Rugi dua kali...
Tapi nongkrong di bandara Hasanuddin ini beda. Selalu ada orang-orang yang bisa diamati (dan kadang-kadang nguping pembicaraannya juga... hahahaha...). Mungkin karena Makassar ini salah satu hub penerbangan, jadi orang yang masuk Starbucks adalah orang-orang berduit dari berbagai daerah. Unik-unik. Ada pejabat yang bawa begundalnya, ada pejabat yang masuk ke Starbucks dengan ekspektasi minta dilayani seperti di resto biasa (minuman dan makanan diantar ke meja), ada mbak-mbak berkerudung yang ngerokok, ada business man yang lagi bahas hobinya, ada pemuka agama yang bahas pekerjaannya, dan tentu saja... ada mbak-mbak kurang kerjaan yang nguping sambil pura-pura ngetik/main game. :-D
Yak, waktunya untuk mendaftarkan koper ke bagasi. Tadi sudah check-in, tapi si airline BUMN belum mau terima bagasi kalau belum 2 jam sebelum keberangkatan. Takut tercampur dengan penerbangan lain sepertinya. C u....
Saturday, February 09, 2013
Penurunan Produktivitas Penulisan Blog
Setelah memperhatikan jumlah postingan per tahun, ternyata blog ini mengalami penurunan produktivitasnya pada tahun 2009. Ada apa di tahun 2009?
Ternyata sodara-sodara... tahun 2009 itu bertepatan dengan saya mempunyai pacar. Hahahha... Pacarnya bikin jadi males nulis blog?
Ngg... gimana ya? Sebenernya enggak juga. Tapi karena blog ini kan banyak bercerita tentang kegiatan sehari-hariku ya. Semenjak punya pacar, kegiatan sehari-hari dilakukan bersama dengan pacar. Padahal tahun 2009 itu kami tidak mempublikasikan status perpacaran tersebut, jadilah gak bisa nulis banyak.
Semenjak itu lah, kemampuan menulis juga menjadi tumpul... Jadi mari kita galakkan penulisan blog lagi, karena udah hampir 2 tahun pacarnya udah berubah jadi suami dan dipublikasikan kemana-mana. Semoga berhasil ya nulis blognya! Doakan kami!
Ternyata sodara-sodara... tahun 2009 itu bertepatan dengan saya mempunyai pacar. Hahahha... Pacarnya bikin jadi males nulis blog?
Ngg... gimana ya? Sebenernya enggak juga. Tapi karena blog ini kan banyak bercerita tentang kegiatan sehari-hariku ya. Semenjak punya pacar, kegiatan sehari-hari dilakukan bersama dengan pacar. Padahal tahun 2009 itu kami tidak mempublikasikan status perpacaran tersebut, jadilah gak bisa nulis banyak.
Semenjak itu lah, kemampuan menulis juga menjadi tumpul... Jadi mari kita galakkan penulisan blog lagi, karena udah hampir 2 tahun pacarnya udah berubah jadi suami dan dipublikasikan kemana-mana. Semoga berhasil ya nulis blognya! Doakan kami!
Tutup Tumbler Yang Malang
Jajanan Sorong-nya minggir dulu sebentar ya...
Alkisah suatu tengah hari yang cerah di Kasim. SANGAT CERAH malah. Aku siap-siap untuk bersepeda dari kantor ke mess. Mau makan siang. Topi kesayangan, checked. Sunglasses, checked. Jas hujan buat jaga-jaga, checked. Hmm, oiya aku harus bawa tumbler yang biasa untuk minum susu, untuk dicuci.
Terus aku jalan ke tempat parkir sepeda. Di luar terang-benderang, gak ada awan. Aku berdiri sebentar menunggu temen-temen sesama ibu-ibu untuk keluar dari kantor. Tiba-tiba, POP!! tutupnya tumblerku mencelat!! Kayaknya gara-gara kepanasan, terus ada yang memuai gitu deh. Entah gelas-nya, entah tutupnya, atau udara di dalam tumbler.
Kemudian...
Tutupnya itu mengelinding... menuju ke selokan. Dan kemudian... PLUNG! Masuk ke selokan, yang setelah ditengok ternyata tertutup jerujinya. ARRRRRGGGHHHH!!!!!
Mau coba ngambil juga gak bisa, jerujinya gak bisa diangkat. Huaaahuuaaa.... akhirnya diikhlaskan... tumblernya berubah jadi gelas biasa sekarang. Untung aja bukan merk tupperware atau lock n lock atau yang mahal-mahal lainnya. Well, ini bukan tentang harga barang itu sih. Meskipun secara rupiahnya murah, tapi untuk mendapatkan barang sejenis harus menunggu ke Sorong dulu.
Alkisah suatu tengah hari yang cerah di Kasim. SANGAT CERAH malah. Aku siap-siap untuk bersepeda dari kantor ke mess. Mau makan siang. Topi kesayangan, checked. Sunglasses, checked. Jas hujan buat jaga-jaga, checked. Hmm, oiya aku harus bawa tumbler yang biasa untuk minum susu, untuk dicuci.
Terus aku jalan ke tempat parkir sepeda. Di luar terang-benderang, gak ada awan. Aku berdiri sebentar menunggu temen-temen sesama ibu-ibu untuk keluar dari kantor. Tiba-tiba, POP!! tutupnya tumblerku mencelat!! Kayaknya gara-gara kepanasan, terus ada yang memuai gitu deh. Entah gelas-nya, entah tutupnya, atau udara di dalam tumbler.
Kemudian...
Tutupnya itu mengelinding... menuju ke selokan. Dan kemudian... PLUNG! Masuk ke selokan, yang setelah ditengok ternyata tertutup jerujinya. ARRRRRGGGHHHH!!!!!
Mau coba ngambil juga gak bisa, jerujinya gak bisa diangkat. Huaaahuuaaa.... akhirnya diikhlaskan... tumblernya berubah jadi gelas biasa sekarang. Untung aja bukan merk tupperware atau lock n lock atau yang mahal-mahal lainnya. Well, ini bukan tentang harga barang itu sih. Meskipun secara rupiahnya murah, tapi untuk mendapatkan barang sejenis harus menunggu ke Sorong dulu.
Sunday, January 20, 2013
Jajanan Sorong: M-Grill
M-Grill adalah cafe tempat nongkrong yang "cozy". Lokasinya di Kampung Baru, tepatnya di sebelah SPBU Kampung Baru. Tempat parkir bakalan agak susah di jam-jam antrean SPBU.
Aku dan Omla seneng nongkrong di M-Grill ini terutama ketika kangen sama makanan ala Barat, atau simply butuh tempat cozy. Jenis makanan yang tersedia adalah berbagai macam steak (daging, ayam, ikan), waffle, pancake, pizza, dan beberapa jenis makanan Indonesia seperti bebek penyet, sop buntut, dan nasi goreng. Tempat ini salah satu dari sedikit tempat yang menjual makanan ala barat.
Interior dari cafe M-Grill ini tertata dengan rapi, di dindingnya ada beberapa testimonial dari artis-artis ibukota yang kebetulan mampir di cafe tersebut. Di dalam cafe tertulis free wifi, tapi sepertinya mereka menggunakan 3G Router untuk bisa menyediakan layanan wifi itu, padahal kualitas 3G di daerah Kampung Baru itu paraaahh abbiiiss.... Jadi ujung-ujungnya free wifi-nya ndak berguna.
But we love the cafe anyway...
Omla's favorite picks: sop buntut dan hot chinese tea
KUDA!'s favorite picks: waffle ice cream, sop buntut goreng, dan bebek penyet.
Aku dan Omla seneng nongkrong di M-Grill ini terutama ketika kangen sama makanan ala Barat, atau simply butuh tempat cozy. Jenis makanan yang tersedia adalah berbagai macam steak (daging, ayam, ikan), waffle, pancake, pizza, dan beberapa jenis makanan Indonesia seperti bebek penyet, sop buntut, dan nasi goreng. Tempat ini salah satu dari sedikit tempat yang menjual makanan ala barat.
Interior dari cafe M-Grill ini tertata dengan rapi, di dindingnya ada beberapa testimonial dari artis-artis ibukota yang kebetulan mampir di cafe tersebut. Di dalam cafe tertulis free wifi, tapi sepertinya mereka menggunakan 3G Router untuk bisa menyediakan layanan wifi itu, padahal kualitas 3G di daerah Kampung Baru itu paraaahh abbiiiss.... Jadi ujung-ujungnya free wifi-nya ndak berguna.
But we love the cafe anyway...
Omla's favorite picks: sop buntut dan hot chinese tea
KUDA!'s favorite picks: waffle ice cream, sop buntut goreng, dan bebek penyet.
Tuesday, January 08, 2013
Jajanan Sorong: Marinda
Ini jadi posting pertama di serial Jajanan Sorong, karena tamu-tamu perusahaan tempat kami bekerja umumnya pernah diajak ke Marinda ini. Marinda adalah warung tenda yang sumuk dan bau asap. Lokasinya di Tembok Berlin, buka setelah maghrib.
Menu spesial dari warung ini adalah Kepiting Saos. Kepitingnya tidak terlalu besar, tapi saos/kuahnya itu yang mantab. Maknyus kalo kata pak Bondan. Saos-nya mirip dengan saos padang.
Selain menu spesial, warung ini juga punya menu "standar" yang sebenernya spesial: Ikan Bakar. Jangan langsung bilang "di Jakarta juga ada", silakan coba dulu. Daging ikan-nya itu berasa "manis", beda dengan di tempat lain. Ini termasuk menu yang bikin kangen, terutama ikan Baronang-nya. Mungkin karena masih segar, kemudian dipadu dengan bumbu yang pas.
Untuk minuman, jangan berharap banyak. Marinda hanya menyediakan air mineral, teh dan jeruk, dengan kombinasi panas atau dingin.
Buat yang berminat ke sini, sangat disarankan untuk tidak mandi sore dulu mengingat sumuk dan bau asap-nya. Jika menginginkan tempat yang lebih "sepi", Marinda juga membuka cabang di Jalan Baru (Jl. Jend. Sudirman) dan Mega Mall (km 8).
Menu spesial dari warung ini adalah Kepiting Saos. Kepitingnya tidak terlalu besar, tapi saos/kuahnya itu yang mantab. Maknyus kalo kata pak Bondan. Saos-nya mirip dengan saos padang.
Selain menu spesial, warung ini juga punya menu "standar" yang sebenernya spesial: Ikan Bakar. Jangan langsung bilang "di Jakarta juga ada", silakan coba dulu. Daging ikan-nya itu berasa "manis", beda dengan di tempat lain. Ini termasuk menu yang bikin kangen, terutama ikan Baronang-nya. Mungkin karena masih segar, kemudian dipadu dengan bumbu yang pas.
Untuk minuman, jangan berharap banyak. Marinda hanya menyediakan air mineral, teh dan jeruk, dengan kombinasi panas atau dingin.
Buat yang berminat ke sini, sangat disarankan untuk tidak mandi sore dulu mengingat sumuk dan bau asap-nya. Jika menginginkan tempat yang lebih "sepi", Marinda juga membuka cabang di Jalan Baru (Jl. Jend. Sudirman) dan Mega Mall (km 8).
Jajanan Sorong: The Series
Desember 2013 kemarin, kami merayakan "ulang tahun ke-2" penempatan di Sorong. Selama 2 tahun di sini, aku dan Omla yang kalo masak tergantung mood, sudah mencoba berbagai macam makanan di dunia kuliner Sorong.
Sorong bukanlah surga makanan seperti Surabaya, Medan, atau Bandung. Tapi jajanan di sini lumayan beraneka ragam untuk ukuran kota kecil: dari yang makanannya gak enak sampe yang makanannya bikin kangen. Begitu juga tempatnya: dari yang kumuh, puanas, sumuk, dan gelap, sampe ke tempat yang cozy ber-AC, semua ada.
Serial jajanan ini tujuannya untuk memberikan informasi bagi para calon pengunjung kota Sorong. Misalnya yang pada mau ke Raja Ampat, pasti mampir Sorong dulu kan?
Selamat menikmati...
Sorong bukanlah surga makanan seperti Surabaya, Medan, atau Bandung. Tapi jajanan di sini lumayan beraneka ragam untuk ukuran kota kecil: dari yang makanannya gak enak sampe yang makanannya bikin kangen. Begitu juga tempatnya: dari yang kumuh, puanas, sumuk, dan gelap, sampe ke tempat yang cozy ber-AC, semua ada.
Serial jajanan ini tujuannya untuk memberikan informasi bagi para calon pengunjung kota Sorong. Misalnya yang pada mau ke Raja Ampat, pasti mampir Sorong dulu kan?
Selamat menikmati...
Subscribe to:
Posts (Atom)