Hari Minggu kemarin, gak seperti minggu-minggu lalu, aku diem aja di rumah… tadinya berencana berenang, tapi bangunnya aja kesiangan… terus berencana ke salon, tapi mikir-mikir lagi… kayaknya baru sebulan lalu potong rambut, poniku aja belum bisa diikat karena masih kependekan… lagipula aku kan bukan pria metroseksual…hehehe… jadi gak perlu sering-sering nyalon untuk trimming rambut…
Pas malam minggu-nya, sebelum tidur, aku mencari-cari bacaan, terus nemu bukunya Pramoedya yang berjudul “Jalan Raya Pos, Jalan Daendels” di meja marmer kecil yang ada di ruang TV. Berhubung bukunya tidak terlalu tebal, aku pikir… lumayan juga, buat pengantar tidur. Tapi baru setengah jalan, aku keburu tidur. Ya memang itu tujuannya kan: pengantar tidur.
Ternyata, “Jalan Raya Pos” itu ditulis modelnya semacam Blog bertemakan traveling gitu. Pembagiannya tuh berdasarkan urutan kota yang dilalui dari Anyer sd Panarukan. Pak Pram menceritakan keunikan dan kekhasan dari setiap kota. Maksudnya keunikan itu, ya termasuk produk apa saja yang dihasilkan di kota itu, sedikit sejarah kota itu, termasuk peristiwa penting apa saja yang pernah terjadi di kota tersebut, ditambah dengan pengalaman pak Pram waktu berkunjung ke kota itu. Terus di setiap sudut buku itu, digambarkan juga kelalimannya si Daendels yang menyebabkan ribuan rakyat Indonesia menderita… Karena baru setengah jalan itu lah, hari Minggu aku betah banget mendekam di kamar.
Pagi-pagi, setelah browsing cari partitur gratisan, mandi, main Privia dan main sax (niatnya mau main Privia duet sama sax, aku record dulu piano partnya di Privia, baru di-playback sambil main sax, tapi rupanya susah main sama mesin… si playback udah sampe mana, si sax tetep aja bunyinya angin doang), akhirnya karena gak enak sama tetangga belakang, jadi pindah ke kamar, lebih dingin, lebih kedap, tapi sax doang, baru beberapa lagu sudah kebosanan…
Akhirnya mulai baca lagi… nerusin “Jalan Raya Pos”. Tapi gak lama, karena memang bukunya gak terlalu tebal. Begitu selesai, nyari-nyari sasaran lain… di meja yang sama ada “Bumi Manusia”, bagian pertama dari tetralogi Buru-nya Pramoedya. Agak tebal… tapi aku santap juga deh… Bumi Manusia ini aku sudah lama tauk, tapi… untuk pergi membeli, atau meminjam sama teman… rasanya agak malas, liat ketebalan bukunya saja udah males duluan. Aku pikir.. kasian kalo dipinjam, nanti kelamaan balikinnya…
Tapi aku salah, rupanya gak butuh waktu lama untuk menyelesaikannya…. Yang satu ini bikin penasaran… dan sedikit ketagihan, karena begitu mulai menyesuaikan diri dengan setting dan alur cerita, kita jadi gak bisa berhenti... pengen lagi, dan pengen lagi... kita tuh dibikin pengen tauk lebih banyak tentang tokoh-tokoh di buku itu yang serba misterius... sampe akhirnya buku itu habis dibaca hari itu juga, dan ternyata ending-nya menggantung... kayak cliffhanger film-film seri kalo akhir season… huuuwwwaaa.... sebel banget... dan aku kemudian mencari-cari Anak Semua Bangsa, bagian kedua dari tetralogi itu, rasa-rasanya beberapa hari yang lalu aku melihat buku itu sekelebat di meja yang sama. Hmm...kayaknya... mungkin buku itu belum selesai dibaca sama bapak, artinya kemungkinan dibawa ke Solo.
Sebenernya buku pak Pram yang pertama aku baca adalah ”Arus Balik”. Waktu itu aku masih di Bandung, masih tidur di kamar bawah malah... artinya udah lama banget... pas balik ke Jakarta, seperti biasa kurang kerjaan dan mulai liat-liat lemari buku, kemudian menemukan buku tebal yang disampul kertas coklat tebal. Ternyata ”Arus Balik”. Kenapa disampul? Rupanya buku itu penah dibredel. Dan copy yang ini belinya beberapa saat sebelum dibredel, makanya terus disampul.
Tadinya aku heran... wong roman isinya kisah cinta gitu kok dibredel... Sampe pas bagian seru-serunya, baru aku ngerti... situasi yang ada di cerita itu serupa dengan jaman-jaman reformasi, itulah yang gak diinginkan oleh si pembredel. Tapi... meskipun buku itu dibredel, toh akhirnya terjadi juga kan? Karena memang buku itu bukan ”penyebab” gerakan reformasi, reformasi adalah ”akibat” dari keadaan yang dialami oleh masyarakat pada waktu itu, ”Arus Balik” hanya merefleksikan keadaan yang ada di masyarakat menjelang terjadinya reformasi (kalo gak salah terbitnya sekitar tahun 1995).
Ya gitu deh, gara-gara cari bacaan sebelum tidur, akhirnya malah tersihir oleh bukunya pak Pram... Btw, sudah ada versi e-book-nya belum ya?
No comments:
Post a Comment