Masih juga tentang pizza.... haha...
Dengan pan teflon yang sama (ukuran 24"), untuk membuat roti pizza yang lebih tipis dan kriuk, kurangi porsi tepung terigu, baking powder, air, dan minyak goreng sampai dengan 1/2 kali lipat. Dengan berkurangnya ketipisan pizza, waktu memasak juga bisa dikurangi jadi 10 menit saja, paling lama 15 menit. Jadi takarannya menjadi sbb:
+ 1/2 cup tepung terigu (ekivalen 8 sendok makan)
+ 3/4 sendok teh baking powder
+ 50 ml air
+ 1 sdm minyak goreng
Hmmm... tak sabar mau masak pizza lagi nih. (sampe Omla boseeenn... hihihihihi...)
Pemusik Amatir. Dulunya Hobi Menari. Senang Jalan-jalan. Tukang Tidur. Trekkies. Dan Lain-Lain.
Friday, August 26, 2011
Monday, August 22, 2011
Stove Top Pizza (Cara Mudah dan Murah Bikin Pizza)
Aku punya 2 macam comfort food: sate ayam dan pizza. Meskipun awalnya susah mencari sate ayam di Sorong ini, ternyata dengan bermodal tanya sana-tanya sini, aku menemukan tukang sate yang buka sampe malam, lokasinya hanya sepelemparan batu dari rumah dinasku pula. Tinggal pizza nih... Masa' sih harus nunggu ke Makassar, Jakarta, atau Yogya dulu kalo mau makan pizza?
Waktu aku baru datang, di daerah Remu ada yang jualan Pizza dan Pasta, tapi belum sempat kami mencicipi, warung itu keburu tutup. Wiken kemaren, di tengah-tengah pasar murah, tetangga rumah dinasku cerita kalau di daerah Tembok ada Pizza Rakyat, pizza kaki lima franchise dari Tangerang. Tapi... Waktu hari minggu-nya kami mencari-cari, ternyata yang jualan sudah keburu pulang kampung mau lebaran. Uhuuuu... Penonton kecewaaa...
Sebenarnya bukannya aku gak mau nyoba masak sendiri, masalahnya adalah aku gak punya oven. Sudah sejak datang kemari aku berniat: nanti setelah kawinan mau beli microwave, kalo ada yang microwave convection, yang jadi 1 paket dengan convection oven. Tapi apa dinyana... Aku gak mau beli microwave atawa oven dulu, sebelum ada tempat meletakkannya... Mau minta meja lagi ke logistik belum sempat juga.
Sampai... Tadi siang aku menemukan resep Stove Top Pizza ini. Tanpa oven. Tanpa ragi (jadi gak pake acara mendiamkan adonan). Cuma 10-20 menit masaknya. Udah gitu, selain si kontributor resep, ada 2 orang lagi yang sudah coba resep itu, semuanya berhasil. Sungguh menggiurkan bukan?
Maka... Pulang kantor pun aku mulai keluar dapur (iya, soalnya dapurnya di luar rumah...). Dan meracik pizza porsi untuk 2 orang (kalo di Pizza Hut ukuran personal pan). Beginilah resepnya:
Bahan roti:
1 cup tepung terigu (atau = 16 sendok makan)
1 1/4 sendok teh baking powder
Sedikit garam (mungkin sekitar 1/4 sdt)
100 ml air
1-2 sendok makan minyak
Bahan topping:
Saus spaghetti del monte
Daging asap
Sayur beku, rendam air panas dulu
Keju cheddar
(topping-nya sesuai selera aja sih, dan sesuai ketersediaan bahan tentunya)
Cara membuat:
+campur tepung terigu, baking powder, garam dalam baskom.
+tambahkan 1 sdm minyak ke campuran tepung.
+aduk-aduk pakai tangan sambil perlahan-lahan ditambahkan air.
+aduk terus sampai adonannya menjadi satu
+tambahkan sedikit tepung ke permukaan baskom
+uleni adonan sebentar di dalam baskom (sebenernya sih gak harus di baskom, idealnya malah di permukaan datar yang bersih, tapi aku gak punya permukaan yang cukup luas selain talenan mini).
+tinggalkan sebentar adonan roti, kita beralih ke topping.
+potong-potong daging asap. Eh udah gitu doang ya?
+ambil pan teflon kesayangan, lumuri/oles dengan margarin secara merata.
+gilas adonan roti sehingga berbentuk piringan. (aku menggilasnya di atas talenan miniku, pake gilesan adonan / roller).
+ketipisan disesuaikan denga selera masing-masing, karena ada yang suka pizza tipis, ada juga yang suka tebel. Pastikan ukurannya masuk ke pan kesayangan.
+letakkan adonan roti di pan teflon.
+oleskan saus spaghetti secukupnya.
+taburi dengan segala macam topping.
+parut keju cheddar di atas topping lainnya. Kalo ada keju mozarella atau keju cheddar yang quick melt, itu akan jadi lebih mantab!
+letakkan pan di atas kompor, nyalakan kompor. Tutup pan dengan tutup panci (kalo ada pasangannya lebih bagus, kalo aku sih pake tutup panci kukusan). Penutupan pake tutup panci ini penting, untuk mensimulasi proses pemanggangan di oven mungkin yaa...
+masak selama 10-20 menit tergantung ketebalan pizza-nya dengan api kecil minimalis. Pizzaku agak tebal, jadi memakan waktu 20 menit.
+setelah adonan roti terlihat kering, angkat dan hajar bleh!
Taaaaarrraaaa.... Begini deh waktu baru mateng.
Dan kurang lebih beginilah penampakan irisan pizza dari samping....
Rasa? Rasanya gak sebanding dengan usaha yang dikeluarkan... Alias usahanya cuman gitu-gitu aja (aku pikir bikin pizza tuh bakalan ribet suribut), tapi rasanya mantaabbb!!!! Selamat berkreasi!
Waktu aku baru datang, di daerah Remu ada yang jualan Pizza dan Pasta, tapi belum sempat kami mencicipi, warung itu keburu tutup. Wiken kemaren, di tengah-tengah pasar murah, tetangga rumah dinasku cerita kalau di daerah Tembok ada Pizza Rakyat, pizza kaki lima franchise dari Tangerang. Tapi... Waktu hari minggu-nya kami mencari-cari, ternyata yang jualan sudah keburu pulang kampung mau lebaran. Uhuuuu... Penonton kecewaaa...
Sebenarnya bukannya aku gak mau nyoba masak sendiri, masalahnya adalah aku gak punya oven. Sudah sejak datang kemari aku berniat: nanti setelah kawinan mau beli microwave, kalo ada yang microwave convection, yang jadi 1 paket dengan convection oven. Tapi apa dinyana... Aku gak mau beli microwave atawa oven dulu, sebelum ada tempat meletakkannya... Mau minta meja lagi ke logistik belum sempat juga.
Sampai... Tadi siang aku menemukan resep Stove Top Pizza ini. Tanpa oven. Tanpa ragi (jadi gak pake acara mendiamkan adonan). Cuma 10-20 menit masaknya. Udah gitu, selain si kontributor resep, ada 2 orang lagi yang sudah coba resep itu, semuanya berhasil. Sungguh menggiurkan bukan?
Maka... Pulang kantor pun aku mulai keluar dapur (iya, soalnya dapurnya di luar rumah...). Dan meracik pizza porsi untuk 2 orang (kalo di Pizza Hut ukuran personal pan). Beginilah resepnya:
Bahan roti:
1 cup tepung terigu (atau = 16 sendok makan)
1 1/4 sendok teh baking powder
Sedikit garam (mungkin sekitar 1/4 sdt)
100 ml air
1-2 sendok makan minyak
Bahan topping:
Saus spaghetti del monte
Daging asap
Sayur beku, rendam air panas dulu
Keju cheddar
(topping-nya sesuai selera aja sih, dan sesuai ketersediaan bahan tentunya)
Cara membuat:
+campur tepung terigu, baking powder, garam dalam baskom.
+tambahkan 1 sdm minyak ke campuran tepung.
+aduk-aduk pakai tangan sambil perlahan-lahan ditambahkan air.
+aduk terus sampai adonannya menjadi satu
+tambahkan sedikit tepung ke permukaan baskom
+uleni adonan sebentar di dalam baskom (sebenernya sih gak harus di baskom, idealnya malah di permukaan datar yang bersih, tapi aku gak punya permukaan yang cukup luas selain talenan mini).
+tinggalkan sebentar adonan roti, kita beralih ke topping.
+potong-potong daging asap. Eh udah gitu doang ya?
+ambil pan teflon kesayangan, lumuri/oles dengan margarin secara merata.
+gilas adonan roti sehingga berbentuk piringan. (aku menggilasnya di atas talenan miniku, pake gilesan adonan / roller).
+ketipisan disesuaikan denga selera masing-masing, karena ada yang suka pizza tipis, ada juga yang suka tebel. Pastikan ukurannya masuk ke pan kesayangan.
+letakkan adonan roti di pan teflon.
+oleskan saus spaghetti secukupnya.
+taburi dengan segala macam topping.
+parut keju cheddar di atas topping lainnya. Kalo ada keju mozarella atau keju cheddar yang quick melt, itu akan jadi lebih mantab!
+letakkan pan di atas kompor, nyalakan kompor. Tutup pan dengan tutup panci (kalo ada pasangannya lebih bagus, kalo aku sih pake tutup panci kukusan). Penutupan pake tutup panci ini penting, untuk mensimulasi proses pemanggangan di oven mungkin yaa...
+masak selama 10-20 menit tergantung ketebalan pizza-nya dengan api kecil minimalis. Pizzaku agak tebal, jadi memakan waktu 20 menit.
+setelah adonan roti terlihat kering, angkat dan hajar bleh!
Taaaaarrraaaa.... Begini deh waktu baru mateng.
Dan kurang lebih beginilah penampakan irisan pizza dari samping....
Rasa? Rasanya gak sebanding dengan usaha yang dikeluarkan... Alias usahanya cuman gitu-gitu aja (aku pikir bikin pizza tuh bakalan ribet suribut), tapi rasanya mantaabbb!!!! Selamat berkreasi!
Pasar Murah BUMN 2011
Kadang-kadang, tinggal di Sorong ini serasa tinggal di luar negeri. Bagaimana tidak... naik pesawatnya lebih lama dari ke Singapore/KL, kebiasaan-kebiasaan penduduknya juga jauh berbeda dari daerah asal tempat tinggalku. Datang ke kawinan di Sorong untuk pertama kalinya, sama canggungnya dengan datang ke kawinan di Singapore...
Namun demikian, beda halnya ketika menjelang 17 Agustus. Di sini malah lebih heboh dibandingkan di Jawa. Mengingatkan aku pada masa kecilku di Utan Kayu... yang mana rentengan bendera merah putih kecil2 dipasang di antara tiang2 telpon. Belum lagi umbul-umbulnya. Kalo di Jawa sekarang?? Yang banyak malah bendera dan umbul-umbul partai.
17 Agustus kemarin, aku berkesempatan untuk ke Klamono. Suatu tempat yang ingin kudatangi, sejak jaman masih di kantor yang lama. Menurut cerita beberapa teman yang pernah dinas ke sana, pekerja-pekerja yang ditugaskan di sana tuh menderita banget. Panas, jalan jelek, berdebu, tapi herannya... beberapa kali si Omla ke sana kok gak pernah mengeluh ya? Hehe...
Kali ini aku ke Klamono bukan dalam rangka dinas, walaupun masih untuk urusan kantor juga: survey tempat untuk Pasar Murah BUMN 2011. Berangkat dari Sorong naik mobil dobel cabin sekitar jam 10 kurang, sempet muter-muter di Aimas, gara-gara di alun-alun lagi ada upacara 17an (kalau kantorku sudah jam 7 pagi tadi), jadi jalan utama ditutup.
Begitu lewat kantor kabupaten, mata udah tak tertahankan, aku pun tidur, sepanjang perjalanan sih yang aku ingat mulus-mulus aja, kecuali di beberapa titik saja yang jelek dan mobil harus pelan-pelan. Ketika aku terbangun, ternyata sudah dekat kantor EP Klamono. Tapi kita gak mau ke situ kan, jadi lanjut lagi sampe ke "pusat persinggahan"-nya Klamono, yaitu deretan rumah makan dan warung yang ada di dekat jembatan Klamono. Dua mobil lainnya sudah sampai duluan ternyata, mereka lewat jalan tikus pas di dekat alun-alun tadi.
Begitu kami datang, rombongan langsung menuju ke Kantor Kepala Distrik Klamono (kalo di Jawa sama dengan kantor camat gitu deh) yang letaknya sekitar 2 km dari tempat kita ngumpul tadi. Dalam perjalanan menuju ke sana, aku nemu Pusat Layanan Internet. Wuiiihh... di tempat kayak gini ada juga internet yaa... (awal yang cukup optimistik).
Jalan menuju ke kantor Ka. Distrik, seperti halnya jalan-jalan di daerah terpencil, rusak. Ada jembatan kayu yang posisinya lebih tinggi dari jalan, jadi? Baiknya naik mobil tinggi gede macem dobel cabin ini kalo mau lewat. Kalo pake minibus-minibus kayak avanza, rush, innova, livina... wah gak meyakinkan deh.
Sampai di kantor Ka. Distrik, rupanya mereka baru saja selesai upacara bendera. Masih ada anak-anak usia SMP memakai baju seragam putih-putih, syal merah, dan peci: seragam pengibar bendera. Di lapangan depan kantor batang pinang dengan hadiah tergantung-gantung sudah tegak berdiri, siap untuk dimainkan.
Kami menunggu pak kepala distrik untuk menyampaikan pidato pembukaan acara 17an dulu, baru setelah itu berkumpul di kantor pak kepala distrik untuk menyampaikan maksud dan tujuan: meminta dukungan untuk pelaksanaan Pasar Murah BUMN. Ternyata si pak kepala distrik juga sudah dihubungi dari Wakil Bupati Sorong, jadi langsung nyambung lah kitaa.... beliau menyediakan sarana berupa tempat pelaksanaan pasar di Balai Kampung Klawana. Kampung Klawana itu adalah pusat pemerintahan dari Distrik Klamono. Pak kepala distrik juga meminta pak Pjs. GM yang kebetulan ikut dalam rombongan kami untuk mengumumkan sekalian tentang Pasar Murah tersebut. Mumpung masyarakatnya lagi pada ngumpul senang-senang di lapangan.
Waktu kami keluar... para pelajar berpakaian paskibra dan beberapa orang tentara lagi asik berjoget diiringi lagu dangdut. Wow... that was so INDONESIA. Suasana-nya pesta banget. Sayangnya terpaksa kami potong sebentar, karena mau kasih pengumuman terkait pasar murah.
Setelah itu kami dibawa ke rumah kepala kampung. Aku tunggu di luar, bersama salah seorang bapak dari Logistik yang bakalan ikut rombongan Klamono ketika pelaksanaan pasar murah nanti. Rupanya bapak itu adalah "orang terkenal" di Klamono. Lahir di Teminabuan, jaman kecilnya sering sekali mampir ke Klamono dalam perjalanan menuju Sorong. Kami duduk di kursi teras panjang, yang... aku agak ragu-ragu untuk mendudukinya, takut ambrol. Menurut bapak itu, beliau ragu kalau paket yang akan kami jual Rp.100.000/paket-nya bisa habis terjual di Klamono.
Kemudian kami dibawa ke balai kampung/desa. Sayangnya, pak sekretaris desa-nya ada di mobil dobel cabin yang paling belakang. Aku ada di mobil tengah. Pak Pjs. GM dkk ada di mobil paling depan. Kami melewati suatu bangunan yang reot, pintunya udah bolong, di depannya ada papan nama bertuliskan "Kantor Kepala Kampung Klawana", tapi papan tulisan itu gak kalah usang dengan bangunan di belakangnya.
Aku membaca tulisan itu. Eh? Apa bener ini kantornya? Ini bukan "bekas kantor" yang udah ditinggalkan? Driver kami sepertinya gak ngeh dengan tulisan itu. Bablas aja melewati gedung itu. Setelah lewat beberapa meter, aku bilang berhenti dulu sebentar... kita amati mobil belakang berhenti atau nggak di depan bangunan itu. Ternyata... mereka berhenti!!
Mobil paling depan malahan udah bablas melewati jembatan kayu yang tadi, sehingga kami harus menelpon mereka supaya mereka berbalik arah. Wah... jadi beneran balai desanya yang reot itu tadi... aslinya merupakan bangunan bertembok setengah, setengahnya lagi terbuat dari papan kayu, catnya sudah terkelupas di sana-sini. Aku bayangkan.. kalau bangunan ini letaknya di Jawa, meskipun dibangun secara sederhana, mungkin setidaknya dalam keadaan bersih, catnya juga rapi, dan pintunya tidak bolong. Biasanya di Jawa, kalau ndak ada drop dana dari pemerintah, ya mereka merawat secara swadaya aja. Gak punya duit, ya mungkin bisa nyumbang kayu. Gak punya kayu, paling nggak ya nyumbang tenaga buat ngerjain secara gotong royong. Kalo di Klamono? Mungkin program penyuluhan yang menggerakkan kegiatan gotong royong aja jarang-jarang sampe situ...
Di hari peringatan kemerdekaan ke-66, masih ada tempat dengan kondisi menyedihkan seperti itu di Indonesia... tapi herannya, penduduknya masih bisa tertawa-tawa gembira di lapangan tadi. Yaya... kebahagiaan memang gak bisa diukur dengan materi ya.
Kalo dipikir-pikir, kayaknya penduduk di Klamono itu ndak peduli dengan kasus-kasus korupsi anggota dewan yang lagi marak akhir-akhir ini deh... mereka juga ndak kebayang, uang Rp. 6 T yang katanya dikorupsi itu sebanyak apa sih... apalagi kasus bank Century... boro-boro Century, bank BUMN yang biasanya masuk sampe ke pelosok-pelosok aja gak bisa ditemukan di sana. Tapi... sadly... begitu juga sebaliknya...jangan-jangan penduduk di Klamono itu juga gak pernah terlintas dalam pikiran para anggota dewan yang terlalu sibuk ber-SDM-ria (selamatkan diri masing-masing). Meskipun masih untung lah ada perhatian dari pemda setempat... kalo gak, ndak mungkin kan kita diarahkan untuk jualan di sana.
Setelah survey selesai, kami pun mampir ke kantor EP Klamono. Hmmm... tentunya setelah berkunjung ke tempat tadi, masuk ke mess bungalow yang ber-AC, berkarpet, ber-Wifi, ber-TV Indovision itu adalah kemewahan bintang lima. Ndak usah dibandingkan dengan keadaan penduduk lokal, dengan keadaan mess kami di Kasim sana saja yang di Klamono itu tergolong bagus. Apalagi sudah terhidang makanan yang konon kabarnya endyang markondyang itu (eh lagi puasa, jadi gak nyobain). Jadi, dengan segala fasilitas "bintang lima" tadi apakah masih ada yang mau mengeluh disuruh pergi dinas ke lapangan Klamono?
Pasar Murah-nya sendiri dilaksanakan tgl 20 Agustus 2011, di 3 tempat: Kantor Walikota Sorong, Klamono, dan Pasar Salawati. Harga paket yang dijual Rp. 100.000 (aslinya Rp.143.000, tapi disubsidi oleh BUMN sebesar 30%), isinya: 5 kg beras bulog, 2 liter minyak goreng Filma/Kunci Mas, 2 kg gula pasir, 2 botol sirup ABC Squash, 10 bungkus Supermie, 2 bungkus biskuit kelapa Roma, 1 bungkus wafer Fullo, dan 2 sachet mentega Blue Band. Ternyata... dengan harga yang segitu, paket "murah" itu gak segera terjual habis. Entah publikasinya kurang, atau emang kemahalan untuk daya beli masyarakat target kita, atau banyak yang merasa berat di ongkos transport untuk PP dari tempat tinggal masing-masing ke lokasi pasar murah. Denger-denger ada yang terpaksa pinjam-pinjam uang ke tetangganya supaya bisa beli paket 100rebu itu.
Parahnya lagi... di tengah-tengah Pasar Murah itu, ada yang nanya: kok di tempat lain ada yang bagi-bagi sembako gratis, kenapa yang ini gak gratis? Ibu-ibu itu menunjukkan pamfletnya. Jreng... ternyata ada salah satu parpol yang bagi-bagi sembako gratis di tempat lain. Eh? Curi start kampanye ya? Berusaha membeli suara dengan sembako gratis? Nanti kalo sudah kepilih, bakalan merhatiin nasib "orang kecil" yang kemaren loe bagi-bagi sembako gak? *meragukan deh*
Akhirnya 5000 paket yang kami buat terjual habis juga hari Minggu-nya, setelah dilakukan penjualan keliling dengan beberapa mobil pickup/dobel cabin kantor. Salut deh sama bapak-bapak yang pada jualan keliling. Aku mah udah terlalu teler, jadi nunggu di kantor aja, sambil sesekali bantuin ngangkut barang naik ke atas pickup. Segitu aja teler, maklum deh biasa kerja kantor, dah lama gak kerja kuli (haha... emang kapan pernah kerja kuli??), baru dipake kerja kuli 3 hari berturut-turut aja udah rontok rasanya. Tapi happy kok! Senang karena kumpul2 rame-rame sama panitia lainnya, senang ngetawain bapak-bapak yang kerjanya mbecandain orang-orang yang mau beli paket murah, seneng aja liat wajah-wajahnya para pembeli yang antusias mau beli paketnya. Lucu-lucu... ada yang hamil, ada yang bawa anaknya masih kecil banget (duh mbaakk... gemana mau ngangkut sembako-nya?), ada yang udah tua, biasanya kalo ketemu kasus begini bapak2 panitia dengan baik hatinya akan membantu ngangkut sampe dengan ojek terdekat. Alhamdulillah pasar murah ini ternyata kasih rejeki sama tukang ojek juga.
Next time, pas deket natal mau bikin pasar murah lagi (katanya). Ikut lagi aaahhh... semoga barang yang dijual gak seribet yang sekarang. Yang praktis-praktis aja lah, yang penting terjangkau dan emang dibutuhkan sama yang beli kan?
Namun demikian, beda halnya ketika menjelang 17 Agustus. Di sini malah lebih heboh dibandingkan di Jawa. Mengingatkan aku pada masa kecilku di Utan Kayu... yang mana rentengan bendera merah putih kecil2 dipasang di antara tiang2 telpon. Belum lagi umbul-umbulnya. Kalo di Jawa sekarang?? Yang banyak malah bendera dan umbul-umbul partai.
17 Agustus kemarin, aku berkesempatan untuk ke Klamono. Suatu tempat yang ingin kudatangi, sejak jaman masih di kantor yang lama. Menurut cerita beberapa teman yang pernah dinas ke sana, pekerja-pekerja yang ditugaskan di sana tuh menderita banget. Panas, jalan jelek, berdebu, tapi herannya... beberapa kali si Omla ke sana kok gak pernah mengeluh ya? Hehe...
Kali ini aku ke Klamono bukan dalam rangka dinas, walaupun masih untuk urusan kantor juga: survey tempat untuk Pasar Murah BUMN 2011. Berangkat dari Sorong naik mobil dobel cabin sekitar jam 10 kurang, sempet muter-muter di Aimas, gara-gara di alun-alun lagi ada upacara 17an (kalau kantorku sudah jam 7 pagi tadi), jadi jalan utama ditutup.
Begitu lewat kantor kabupaten, mata udah tak tertahankan, aku pun tidur, sepanjang perjalanan sih yang aku ingat mulus-mulus aja, kecuali di beberapa titik saja yang jelek dan mobil harus pelan-pelan. Ketika aku terbangun, ternyata sudah dekat kantor EP Klamono. Tapi kita gak mau ke situ kan, jadi lanjut lagi sampe ke "pusat persinggahan"-nya Klamono, yaitu deretan rumah makan dan warung yang ada di dekat jembatan Klamono. Dua mobil lainnya sudah sampai duluan ternyata, mereka lewat jalan tikus pas di dekat alun-alun tadi.
Begitu kami datang, rombongan langsung menuju ke Kantor Kepala Distrik Klamono (kalo di Jawa sama dengan kantor camat gitu deh) yang letaknya sekitar 2 km dari tempat kita ngumpul tadi. Dalam perjalanan menuju ke sana, aku nemu Pusat Layanan Internet. Wuiiihh... di tempat kayak gini ada juga internet yaa... (awal yang cukup optimistik).
Jalan menuju ke kantor Ka. Distrik, seperti halnya jalan-jalan di daerah terpencil, rusak. Ada jembatan kayu yang posisinya lebih tinggi dari jalan, jadi? Baiknya naik mobil tinggi gede macem dobel cabin ini kalo mau lewat. Kalo pake minibus-minibus kayak avanza, rush, innova, livina... wah gak meyakinkan deh.
Sampai di kantor Ka. Distrik, rupanya mereka baru saja selesai upacara bendera. Masih ada anak-anak usia SMP memakai baju seragam putih-putih, syal merah, dan peci: seragam pengibar bendera. Di lapangan depan kantor batang pinang dengan hadiah tergantung-gantung sudah tegak berdiri, siap untuk dimainkan.
Kami menunggu pak kepala distrik untuk menyampaikan pidato pembukaan acara 17an dulu, baru setelah itu berkumpul di kantor pak kepala distrik untuk menyampaikan maksud dan tujuan: meminta dukungan untuk pelaksanaan Pasar Murah BUMN. Ternyata si pak kepala distrik juga sudah dihubungi dari Wakil Bupati Sorong, jadi langsung nyambung lah kitaa.... beliau menyediakan sarana berupa tempat pelaksanaan pasar di Balai Kampung Klawana. Kampung Klawana itu adalah pusat pemerintahan dari Distrik Klamono. Pak kepala distrik juga meminta pak Pjs. GM yang kebetulan ikut dalam rombongan kami untuk mengumumkan sekalian tentang Pasar Murah tersebut. Mumpung masyarakatnya lagi pada ngumpul senang-senang di lapangan.
Waktu kami keluar... para pelajar berpakaian paskibra dan beberapa orang tentara lagi asik berjoget diiringi lagu dangdut. Wow... that was so INDONESIA. Suasana-nya pesta banget. Sayangnya terpaksa kami potong sebentar, karena mau kasih pengumuman terkait pasar murah.
Setelah itu kami dibawa ke rumah kepala kampung. Aku tunggu di luar, bersama salah seorang bapak dari Logistik yang bakalan ikut rombongan Klamono ketika pelaksanaan pasar murah nanti. Rupanya bapak itu adalah "orang terkenal" di Klamono. Lahir di Teminabuan, jaman kecilnya sering sekali mampir ke Klamono dalam perjalanan menuju Sorong. Kami duduk di kursi teras panjang, yang... aku agak ragu-ragu untuk mendudukinya, takut ambrol. Menurut bapak itu, beliau ragu kalau paket yang akan kami jual Rp.100.000/paket-nya bisa habis terjual di Klamono.
Kemudian kami dibawa ke balai kampung/desa. Sayangnya, pak sekretaris desa-nya ada di mobil dobel cabin yang paling belakang. Aku ada di mobil tengah. Pak Pjs. GM dkk ada di mobil paling depan. Kami melewati suatu bangunan yang reot, pintunya udah bolong, di depannya ada papan nama bertuliskan "Kantor Kepala Kampung Klawana", tapi papan tulisan itu gak kalah usang dengan bangunan di belakangnya.
Aku membaca tulisan itu. Eh? Apa bener ini kantornya? Ini bukan "bekas kantor" yang udah ditinggalkan? Driver kami sepertinya gak ngeh dengan tulisan itu. Bablas aja melewati gedung itu. Setelah lewat beberapa meter, aku bilang berhenti dulu sebentar... kita amati mobil belakang berhenti atau nggak di depan bangunan itu. Ternyata... mereka berhenti!!
Mobil paling depan malahan udah bablas melewati jembatan kayu yang tadi, sehingga kami harus menelpon mereka supaya mereka berbalik arah. Wah... jadi beneran balai desanya yang reot itu tadi... aslinya merupakan bangunan bertembok setengah, setengahnya lagi terbuat dari papan kayu, catnya sudah terkelupas di sana-sini. Aku bayangkan.. kalau bangunan ini letaknya di Jawa, meskipun dibangun secara sederhana, mungkin setidaknya dalam keadaan bersih, catnya juga rapi, dan pintunya tidak bolong. Biasanya di Jawa, kalau ndak ada drop dana dari pemerintah, ya mereka merawat secara swadaya aja. Gak punya duit, ya mungkin bisa nyumbang kayu. Gak punya kayu, paling nggak ya nyumbang tenaga buat ngerjain secara gotong royong. Kalo di Klamono? Mungkin program penyuluhan yang menggerakkan kegiatan gotong royong aja jarang-jarang sampe situ...
Di hari peringatan kemerdekaan ke-66, masih ada tempat dengan kondisi menyedihkan seperti itu di Indonesia... tapi herannya, penduduknya masih bisa tertawa-tawa gembira di lapangan tadi. Yaya... kebahagiaan memang gak bisa diukur dengan materi ya.
Kalo dipikir-pikir, kayaknya penduduk di Klamono itu ndak peduli dengan kasus-kasus korupsi anggota dewan yang lagi marak akhir-akhir ini deh... mereka juga ndak kebayang, uang Rp. 6 T yang katanya dikorupsi itu sebanyak apa sih... apalagi kasus bank Century... boro-boro Century, bank BUMN yang biasanya masuk sampe ke pelosok-pelosok aja gak bisa ditemukan di sana. Tapi... sadly... begitu juga sebaliknya...jangan-jangan penduduk di Klamono itu juga gak pernah terlintas dalam pikiran para anggota dewan yang terlalu sibuk ber-SDM-ria (selamatkan diri masing-masing). Meskipun masih untung lah ada perhatian dari pemda setempat... kalo gak, ndak mungkin kan kita diarahkan untuk jualan di sana.
Setelah survey selesai, kami pun mampir ke kantor EP Klamono. Hmmm... tentunya setelah berkunjung ke tempat tadi, masuk ke mess bungalow yang ber-AC, berkarpet, ber-Wifi, ber-TV Indovision itu adalah kemewahan bintang lima. Ndak usah dibandingkan dengan keadaan penduduk lokal, dengan keadaan mess kami di Kasim sana saja yang di Klamono itu tergolong bagus. Apalagi sudah terhidang makanan yang konon kabarnya endyang markondyang itu (eh lagi puasa, jadi gak nyobain). Jadi, dengan segala fasilitas "bintang lima" tadi apakah masih ada yang mau mengeluh disuruh pergi dinas ke lapangan Klamono?
Pasar Murah-nya sendiri dilaksanakan tgl 20 Agustus 2011, di 3 tempat: Kantor Walikota Sorong, Klamono, dan Pasar Salawati. Harga paket yang dijual Rp. 100.000 (aslinya Rp.143.000, tapi disubsidi oleh BUMN sebesar 30%), isinya: 5 kg beras bulog, 2 liter minyak goreng Filma/Kunci Mas, 2 kg gula pasir, 2 botol sirup ABC Squash, 10 bungkus Supermie, 2 bungkus biskuit kelapa Roma, 1 bungkus wafer Fullo, dan 2 sachet mentega Blue Band. Ternyata... dengan harga yang segitu, paket "murah" itu gak segera terjual habis. Entah publikasinya kurang, atau emang kemahalan untuk daya beli masyarakat target kita, atau banyak yang merasa berat di ongkos transport untuk PP dari tempat tinggal masing-masing ke lokasi pasar murah. Denger-denger ada yang terpaksa pinjam-pinjam uang ke tetangganya supaya bisa beli paket 100rebu itu.
Parahnya lagi... di tengah-tengah Pasar Murah itu, ada yang nanya: kok di tempat lain ada yang bagi-bagi sembako gratis, kenapa yang ini gak gratis? Ibu-ibu itu menunjukkan pamfletnya. Jreng... ternyata ada salah satu parpol yang bagi-bagi sembako gratis di tempat lain. Eh? Curi start kampanye ya? Berusaha membeli suara dengan sembako gratis? Nanti kalo sudah kepilih, bakalan merhatiin nasib "orang kecil" yang kemaren loe bagi-bagi sembako gak? *meragukan deh*
Akhirnya 5000 paket yang kami buat terjual habis juga hari Minggu-nya, setelah dilakukan penjualan keliling dengan beberapa mobil pickup/dobel cabin kantor. Salut deh sama bapak-bapak yang pada jualan keliling. Aku mah udah terlalu teler, jadi nunggu di kantor aja, sambil sesekali bantuin ngangkut barang naik ke atas pickup. Segitu aja teler, maklum deh biasa kerja kantor, dah lama gak kerja kuli (haha... emang kapan pernah kerja kuli??), baru dipake kerja kuli 3 hari berturut-turut aja udah rontok rasanya. Tapi happy kok! Senang karena kumpul2 rame-rame sama panitia lainnya, senang ngetawain bapak-bapak yang kerjanya mbecandain orang-orang yang mau beli paket murah, seneng aja liat wajah-wajahnya para pembeli yang antusias mau beli paketnya. Lucu-lucu... ada yang hamil, ada yang bawa anaknya masih kecil banget (duh mbaakk... gemana mau ngangkut sembako-nya?), ada yang udah tua, biasanya kalo ketemu kasus begini bapak2 panitia dengan baik hatinya akan membantu ngangkut sampe dengan ojek terdekat. Alhamdulillah pasar murah ini ternyata kasih rejeki sama tukang ojek juga.
Next time, pas deket natal mau bikin pasar murah lagi (katanya). Ikut lagi aaahhh... semoga barang yang dijual gak seribet yang sekarang. Yang praktis-praktis aja lah, yang penting terjangkau dan emang dibutuhkan sama yang beli kan?
Friday, August 19, 2011
Godok-Godok
Bermula dari panen pisang di halaman rumah dinas, jadi punya 3 sisir pisang. Gak jelas pula, pisangnya pisang apa.... bentuk dan warna kayak pisang ambon, tapi ukuran lebih mirip pisang raja. Jadi anggap sajalah ini pisang persilangan... hahaha...
Putaran pertama dan kedua adalah kolak dengan santan yang tak terlalu pekat dan rasa yang manis tapi nggak manis banget. Pas deh buat kami, Omla yang paling anti makanan manis pun mau ikut makan. Jadi inget tahun lalu... di Prabumulih, bantuin mbak Ita bikin kolak tanpa gula merah.
Putaran ketiga? Aku mencoba membuat pisang goreng... Ambil resep dari Almost Bourdain. Tapi apa yang terjadi?? Karena ini sudah putaran ketiga, tentu pisang-pisang itu sudah terlalu mateng untuk dibuat jadi pisang goreng tepung. Ketika dalam keadaan panas, cairannya keluar, membuat hasil gorengannya jadi basah, bukannya crispy seperti yang diharapkan.
Untungnya aku curhat di fesbuk, sehingga datanglah saran dari mbak Ita dan bu Any untuk membuat yang disebut "Godok-Godok". Intinya sih pisang matang yang dihaluskan, kemudian diuleni dengan tepung terigu dan digoreng. Konon "godok-godok" adalah makanan yang banyak beredar di daerah Sumatera/Melayu. Di Aceh ada penampakannya, di Medan ada, di Sumatera Barat juga ada. Begitu juga di Malaysia, di sana makanan ini disebut juga sebagai "Kuih Kodok".
Mengambil resep dari sini (yang cekodok pisang), aku ambil 2/3 resep jadi:
2 buah pisang blasteran, haluskan dengan garpu
1/3 cangkir (6 sdm) tepung terigu
1/4 sdt baking powder
sejumput garam
minyak untuk menggoreng
Cara membuat:
Campur tepung terigu, baking powder, dan garam. Aduk rata.
Masukkan campuran tepung terigu ke bubur pisang. Uleni sampai rata.
Panaskan minyak untuk menggoreng secara deep-fried.
Kemudian goreng adonan pisang sampai kecoklatan, gunakan sendok makan untuk menakar.
Hasilnya seperti ini:
Yummmyyy.... but I really have to learn more about food photography... wakakakak... karena penampakan di foto tidak seindah aslinya...
Berdasarkan informasi dari kawan-kawan, adonan tersebut di atas bisa juga dicampur dengan telur dan/atau susu dan/atau parutan kelapa...
Putaran pertama dan kedua adalah kolak dengan santan yang tak terlalu pekat dan rasa yang manis tapi nggak manis banget. Pas deh buat kami, Omla yang paling anti makanan manis pun mau ikut makan. Jadi inget tahun lalu... di Prabumulih, bantuin mbak Ita bikin kolak tanpa gula merah.
Putaran ketiga? Aku mencoba membuat pisang goreng... Ambil resep dari Almost Bourdain. Tapi apa yang terjadi?? Karena ini sudah putaran ketiga, tentu pisang-pisang itu sudah terlalu mateng untuk dibuat jadi pisang goreng tepung. Ketika dalam keadaan panas, cairannya keluar, membuat hasil gorengannya jadi basah, bukannya crispy seperti yang diharapkan.
Untungnya aku curhat di fesbuk, sehingga datanglah saran dari mbak Ita dan bu Any untuk membuat yang disebut "Godok-Godok". Intinya sih pisang matang yang dihaluskan, kemudian diuleni dengan tepung terigu dan digoreng. Konon "godok-godok" adalah makanan yang banyak beredar di daerah Sumatera/Melayu. Di Aceh ada penampakannya, di Medan ada, di Sumatera Barat juga ada. Begitu juga di Malaysia, di sana makanan ini disebut juga sebagai "Kuih Kodok".
Mengambil resep dari sini (yang cekodok pisang), aku ambil 2/3 resep jadi:
2 buah pisang blasteran, haluskan dengan garpu
1/3 cangkir (6 sdm) tepung terigu
1/4 sdt baking powder
sejumput garam
minyak untuk menggoreng
Cara membuat:
Campur tepung terigu, baking powder, dan garam. Aduk rata.
Masukkan campuran tepung terigu ke bubur pisang. Uleni sampai rata.
Panaskan minyak untuk menggoreng secara deep-fried.
Kemudian goreng adonan pisang sampai kecoklatan, gunakan sendok makan untuk menakar.
Hasilnya seperti ini:
Yummmyyy.... but I really have to learn more about food photography... wakakakak... karena penampakan di foto tidak seindah aslinya...
Berdasarkan informasi dari kawan-kawan, adonan tersebut di atas bisa juga dicampur dengan telur dan/atau susu dan/atau parutan kelapa...
Subscribe to:
Posts (Atom)