Pemusik Amatir. Dulunya Hobi Menari. Senang Jalan-jalan. Tukang Tidur. Trekkies. Dan Lain-Lain.
Saturday, October 03, 2009
"Batik" dan bukan "Kain printed bermotif Batik"
Yang disebut "batik" sebenarnya lebih mengacu pada proses pembuatan karya seninya (yang melibatkan canting, malam, pewarna, merebus, menembok, mencelup, dst). Jadi yang pantas untuk disebut sebagai kain batik adalah kain yang telah mengalami proses "membatik".
Padahal... saat ini banyak produk yang sebenarnya merupakan kain yang tidak mengalami proses "membatik" namun memiliki motif dan warna yang serupa dengan kain batik. Biasanya motif tersebut diaplikasikan dengan menggunakan teknik cetak / printing.
Salah satu brand yang tersebar di mall-mall besar di Indonesia yang banyak mengusung kain printed bermotif batik adalah Batik K***s. Tapi mereka bukan tergolong "menipu" konsumen loh, sebab di tag harga, maupun di keterangan yang tercetak di kainnya sendiri mereka menyatakan bahwa kain/pakaian yang mereka jual itu adalah produk cetakan dengan motif batik. Mereka sepertinya memang fokus pada membuat rancangan corak dan warna yang variatif yang diganti setiap "musim fashion".
Lalu, bagaimana membedakan batik betulan dengan kain bermotif batik? Cara mudahnya adalah memperhatikan dua sisi kain tersebut, jika mudah dibedakan antara sisi luar dan sisi dalam (warna dan corak hanya jelas di sisi luar) maka itu adalah kain bermotif batik, jika warna dan corak terlihat hampir sama jelasnya di kedua sisi, nah itu adalah batik betulan.
Jadi, jangan terkecoh dengan kain bermotif batik...!
Saturday, July 18, 2009
Review: Berbagai Terapi Pembasmian Jerawat dan Bekasnya
Aku mulai jerawatan sejak kelas 4 SD, artinya sekitar 20 tahun yang lalu. Dari mulai jerawat kecil-kecil, sampai jadi besar-besar. Kulit wajah yang sangat berminyak dan tangan yang sedikit jahil berkontribusi terhadap timbulnya jerawat-jerawat besar tersebut yang pada akhirnya menghasilkan bekas-bekas seperti kawah permukaan bulan.
Minder? Tentu saja ada perasaan seperti itu. Terutama ketika terpaksa masuk ke lingkungan yang sangat mementingkan penampilan dan penampakan luar.
Jerawat paling parah mungkin muncul pada saat aku kuliah dan di awal masa kerja. Jaman kuliah sebenarnya dimodali untuk pergi ke dokter kulit di Bandung, tapi aku sendiri kurang telaten jaman itu, untuk membersihkan muka saja susah. Lagipula informasi mengenai teknik apa saja yang tersedia belum begitu mudah ditemukan seperti sekarang ini, ternyata internet cukup membantu untuk mencari info mengenai teknik-teknik pembasmian jerawat.
Setelah pindah ke Jakarta dan mulai bekerja, aku memulai perburuan dokter kulit. Awalnya jadi pasien di cabang klinik yang cukup ternama, kebetulan Ibu cocok dengan perawatan di klinik tersebut. Memang jerawat berkurang, tapi tetap timbul lagi dan lagi, paling tidak sebulan sekali pasti ada 1 jerawat besar. Minyak di wajah juga masih tetap banyak.
Agak lama juga perawatan di klinik tersebut, kemudian atas rekomendasi senior di kantor, pindah ke dokter di rumah sakit di Jakarta Pusat. Menurutku metode dokter itu agak aneh. Jadi supaya tidak jerawatan, pori-pori tidak boleh terhalang, harus dibuka, supaya kotoran mudah dikeluarkan. Tapi kalau kotoran mudah keluar, bukannya jadi mudah masuk juga ya? Pori-poriku jadi semakin besar, tetep jerawatan juga, tetep berminyak banyak, dan jadi mengelupas terus-terusan, mungkin obatnya terlalu keras buat aku.
Akhirnya atas ajakan temanku si Sapi, aku ke Erhaclinic Kelapa Gading. Kata orang Erhaclinic itu identik dengan antrian, terus biasanya jadi ketergantungan. Soal antrian, rasanya sih biasa aja. Memang pakai ngantri, tapi karena diberi nomor, jadi kita gak penasaran kapan kita bakal dipanggil. Untuk kekhawatiran yang kedua, aku minta ditemani Ndulo pada kunjungan pertama. Dikasih obat minum dan krim-krim. Ternyata obat minum yang diberikan itu sesuai dengan yang ada di buku teks-nya Ndulo. Hmm… cukup meyakinkan bukan? Beberapa dokter yang praktek di sana ternyata ada yang dokter UI juga, kata Ndulo.
Memang setelah itu jerawatnya berkurang, kira-kira dalam waktu 2 bulan, kalaupun ada gak terlalu besar dan cukup terkendali. Setelah terapi jerawat dengan krim-kriman selesai, dilanjut dengan chemical peeling 1 seri (4 kali). Tapi ternyata chemical peeling tidak cukup untuk mengurangi kawah-kawah bekas jerawat. Jadi dokternya menyarankan untuk terapi Dermaroller (yang waktu itu masih tergolong baru) untuk menggantikan terapi Fraxel yang harganya 4 kali lipatnya Dermaroller. Tapi karena stok rollernya masih terbatas, akhirnya tidak jadi-jadi, dan aku pun terlibat kesibukan pindahan kantor, dan akhirnya hanya perawatan biasa saja.
Setahun setelah pertama kali ke Erhaclinic, ternyata jerawat besar keluar lagi. Sampai suatu kali, sepulang dari dinas ke Sydney, si jerawat terpaksa dikeluarkan isinya sehingga membuat wajahku terpaksa diperban selama 3 hari. Untungnya waktu itu Erhaclinic baru saja buka cabang di Tebet, jadi gak terlalu jauh dari rumah.
Terapi pembasmian jerawat dimulai dari awal lagi… Tapi Erha Tebet lebih menyenangkan dari Erha Kelapa Gading, mungkin karena dia lebih kecil, sehingga jumlah pasien yang dilayani juga lebih sedikit. Lebih tidak antri, dan kita juga bisa lebih mengenal dan dikenal oleh staf-stafnya. Jadi tipsnya adalah kalau mau lebih nyaman dalam hal antrian, pilih Erha yang kecil saja. Fasilitasnya emang gak selengkap Erha besar, gak ada internet, kamar mandinya bintang 3 saja, gak bintang 5, gak ada cafĂ©, gak ada area bermain anak, parkiran kurang luas, tapi karena pasiennya dikit, jadi pelayanannya lebih "personal".
Nah… Sampai pada suatu titik, si dokter bilang sepertinya perlu tindakan tambahan untuk membasmi jerawat-jerawat biar tidak keluar besar-besar lagi. Karena minyak sudah banyak berkurang, bersihkan wajah juga rajin, tapi kenapa masih keluar jerawat?
Jadikata si dokter faktor pencetus jerawat itu ada 3: 1) minyak 2) kotoran dan 3) bakteri P. acne. Satu dan dua sudah terkendali. Tiga selama ini hanya dikendalikan dengan obat minum (antibiotik). Tapi kalo obat minumnya selesai, ternyata dia muncul lagi. Akhirnya ibu dokter menyarankan untuk melakukan yang namanya Acne Light Therapy. Terapi dengan sinar (yang kayaknya berwarna biru) yang berfungsi untuk mematikan bakteri P.acne tersebut. Sinar itu mengaktifkan suatu zat yang ada di tubuh si bakteri, nah zat itu beracun bagi si bakteri.
Tapi ALT itu hanya bisa dilakukan di Erha Kelapa Gading dan Kemanggisan, karena alatnya hanya ada di 2 klinik itu. Terapinya hanya 15 menit dengan mata ditutup, dilakukan selama 1 bulan dengan selang 1 minggu. Jadi seminggu sekali mesti piknik ke Kelapa Gading.
Ternyata terapi itu lumayan efektif. Setelah 20 tahun jerawatan, rasanya seperti dapat pencerahan. Jerawat masih sekali-sekali keluar, tapi kecil dan cepat sembuh. Dan posisi jerawatnya itu paling di sekitaran dagu dan hidung, akibat sumbatan komedo saja, gak pakai radang.
Selanjutnya, bagaimana menghilangkan kawah-kawah bekas jerawat ini… Tindakan pertama sudah dilakukan: bedah subsisi. Kalau mendengarkan penjelasan dari dokternya, sepertinya mengerikan. Di bawah kawah-kawah yang besar dimasukkan jarum halus, kemudian jarum halus itu digerakkan untuk memutuskan jaringan ikat yang ada di bawah kulit, sehingga jaringan di bawah kulit tersebut bisa tumbuh lagi. Harapannya dengan begitu si kawah akan terangkat, kalopun tidak jadi rata banget, minimal jadi berkurang kedalamannya.
Ternyata setelah dijalani, relatif painless sih. Thanks to suntikan anastesi di lokasi-lokasi pengerjaan. Sakitnya hanya ketika jarum suntik masuk, setelah itu hanya serem denger bunyi-bunyiannya saja, gak terasa sakit. Setelah itu di lokasi pengerjaan akan terjadi lebam-lebam kebiruan seperti orang ditonjok. Lebam tersebut akan hilang dalam waktu 3-5 hari. Haha… tapi uniknya, lebam-lebam itu akhirnya aku bawa pergi ujian thesis… untungnya ketutupan kacamata, jadi si dosen dan si penguji gak bertanya-tanya. Kawah yang terdalam (yang kebetulan juga relatif baru usianya, baru 4 tahunan) memang naik secara signifikan. Kawah yang gak begitu dalam (tapi sudah hampir 10 tahun) gak begitu signifikan naiknya, tapi warnanya yang tadinya hitam jadi lebih samar.
Sekarang giliran kawah-kawah kecil yang tersebar di pipi dan jidat. Kalau ini tugasnya dermaroller. Dermaroller itu sejenis gilingan berbentuk silinder yang di permukaannya ada jarum-jarum kecil. Silinder itu digilingkan ke kulit wajah yang berkawah untuk membentuk luka-luka kecil. Dengan luka kecil itu, diharapkan akan merangsang pembentukan kolagen sekian kali lipat dari normalnya, sehingga kawah-kawah tadi pun terisi lagi. Anastesinya hanya secara topikal, tapi emang asli tebel pisan. Tapi biarpun tebel, setelah sampai ke lapisan kulit ke sekian, tetep aja berasa perih. Setelah selesai digiling di bagian-bagian berkawah, wajah dibersihkan dari sisa-sisa darah (kata dokternya sih berdarah-darah), kemudian diberikan masker Vitamin C… Wuuaaa… kayak kalo lagi luka terus ditetesin air jeruk nipis. Perih bok… Muka juga jadi bengkak-bengkak merah. Tapi dasar wanita… buat cantik rela bersakit-sakit dahulu. Semoga saja terapi ini efektif, hasilnya baru akan kelihatan setelah 5 kali tindakan.
Terapi dermaroller itu lumayan mahal, meskipun 5 kali dermaroller = 1 kali fraxel untuk full face (padahal fraxel butuh minimal 4 kali). Aku memang sengaja menabung dan menganggarkan dana untuk dermaroller ini, karena jerawatan selama 20 tahun itu cukup melelahkan. Perasaan minder atau malu sudah lama hilang, tapi tidak berarti perawatan lantas dihentikan. Banyak yang beranggapan bahwa jerawat itu hanya mengganggu penampilan, padahal jerawat itu sebenarnya penyakit yang perlu diobati.
Monday, January 26, 2009
Lagu-nya Gita
Awalnya aku gak terlalu suka Gita Gutawa, karena mengingatkan sama modelnya Charlotte Church gitu deh. Meskipun sesama Gita, tapi jelas sekali bahwa golongan suara kami bertolak belakang. Dia sopran banget, sedangkan aku alto, dan mengidolakan penyanyi-penyanyi yang alto banget. Wajar donk, kalo aku lebih memilih lagu-lagunya BCL dibandingkan Gita Gutawa, karena buat aku lagu BCL jauh lebih singable untuk meramaikan ajang karaokean.
Tapi... aku akui Gita Gutawa punya bakat, dan dia juga punya ciri khas. Aku gak suka, simply karena tidak mengidolakan sopran saja. Lama-kelamaan... Setelah mendengar berulang-ulang, entah dari radio, dari TV, dari iPod-nya orang... ternyata enak juga didengar lagu-lagunya. Namun aku tetep belum tergila-gila...
Sampai pada suatu hari... setelah menonton Laskar Pelangi dan kemudian membeli CD Soundtrack-nya, aku jadi suka sama lagu "Tak Perlu Keliling Dunia". Apa ya yang menarik? Selain karena lagu ini mengingatkan adegan paling norak di film, waktu itu aku ngerasa cocok banget sama musiknya dan lirik 2nd verse-nya yang bercerita tentang "Kertas putih yang pudar, tertulis seribu kata...". Kok rasanya cocok dengan hobi menulisku yang gak terarah ini (tapi namanya juga hobi, suka-suka mau terarah atau nggak)... Terus bagian yang "Biarkanlah... aku bernyanyi, berlari, berputar, menari di sini..", itu juga aku banget, maksudnya waktu masih sedikit lebih muda, kalo sekarang sih jarang banget... apalagi kalo di kantor, salah-salah pas enak-enak berputar dan menari.. jadi nabrak pintu kaca-nya ruangan pak boss...
Tapi ada satu hal yang waktu itu tidak aku mengerti: bagian refrain-nya yang diambil menjadi judul lagu tersebut. "Tak perlulah akuuu... keliling duniaa...biarkan ku di siniii...". Buat aku yang tukang jalan, lirik itu gak bisa dicerna dengan baik. Emang ada ya perasaan yang seperti itu..?
Waktu pun berlalu... sejak aku mengenal lagu itu pertama kalinya. Akhirnya... setelah sekitar 3 bulan... sekarang aku bisa mengerti lagu itu sepenuhnya, dan berencana untuk mengangkatnya di next session of karaoke.
Kapur putih yang pucat
Terasa penuh warna
Dan pelangi yang enggan datang pun berbinar
Kertas putih yang pudar
Tertulis seribu kata
Dan ku ungkap semua yang sedang ku rasa
Dengarkanlah kata hatiku
Bahwa ku ingin untuk tetap disini
Tak perlulah aku keliling dunia
Biarkan ku disini
Tak perlulah aku keliling dunia
Karna ku tak mau jauh
Darimu
Dunia boleh tertawa
Melihatku bahagia
Walau ditempat yang kau anggap tak biasa
Biarkanlah aku bernyanyi
Berlari berputar menari disini
Tak perlulah aku keliling dunia
Karna kau disini
Tak perlulah aku keliling dunia
Kaulah segalanya bagiku
Di Dunia
Saturday, January 17, 2009
Teman Baru Lagi
Monday, January 12, 2009
Keyboard Error (dan Penyataan Retorik)
Dengan modal nekat, akhirnya aku congkel aja tuts huruf A-nya. CEKLEK! Lepas deh... gak tauk bisa dipasang lagi apa enggak... mustinya bisa, dulu yang D800 sih bisa dipasang lagi. Bener aja... ternyata di balik tuts itu ada potongan makanan (atau potongan ketombe? potongan kulit mati?).
Kok aku jadi inget kejadian di Bandung. Jaman kuliah dulu... namanya juga komputer punya anak-anak perempuan... Kita kan gak sadar bahwa sambil memakai komputer, rambut kita rontok di atas keyboard dan kemudian masuk ke sela-sela antar tuts dan bersarang di antara tuts dan keypad.
Aku baru tauknya waktu suatu hari, kamarku bocor, tepat sekali di atas komputer. Dan keyboardnya dalam keadaan terbuka waktu itu. Awalnya santai-santai aja... keyboardnya dikeringin pakek hairdryer aja. Setelah kering, dipakai lagi... anehnya... tiap kali mencet huruf B, huruf N ikut terketik, padahal sudah hati-hati sekali mencetnya. Bahkan ada 1 huruf (kalo gak salah A atau S) yang kalo dipencet, huruf H ikutan terketik. Jauh kan jaraknya...
Pas malamnya bocor lagi... akhirnya terpaksa bangun malam-malam, iseng-iseng congkel tutsnya satu-satu... LHHAAAA.... Akhirnya ketemu biang kerok yang menyebabkan huruf-huruf lain ikut terketik... Ternyata di balik tuts-tuts itu banyak rambut, dalam keadaan basah pula, bekas kebocoran yang sebelumnya.. Jadilah malam itu menjemur dan hair dryer tuts-tuts dan ngelap keypadnya... Besoknya keyboardnya maknyus lagi deh.
Hmm... beralih dari keyboard yang sempet jadi aneh tadi, aku mau menuliskan pernyataan yang mungkin sudah lama disadari, tapi baru mau kutulis sekarang: "Love is indeed blind." Entah aku baca dimana, itu sebabnya peri cinta (cupid) dibuat dalam keadaan buta.
Iya kan? Kalo lagi jatuh cinta... biasanya kita cuman bisa ngeliat apa yang pengen kita lihat dari orang yang kita jatuh cintai itu... Nanti begitu bisa lihat aslinya (gak cuma bagusnya, tapi juga ditambah jeleknya), waaattaaa... belum tentu bisa terima kan?
Thursday, January 01, 2009
RAN For Your Life
RAN, maksudnya grup musik RAN.
Sebelum JJF 2008, aku ikutan muji-muji RAN, musiknya keren kubillang. Tapi emang keren sih... tapi waktu akhirnya bisa nonton live di JJF 2008, tiba-tiba ilfil. Hihihi... aksi panggung mereka keren juga, sekeren musiknya. Di depan panggung penuh dengan ABG berteriak-teriak histeris. Nah pas mereka nyanyi lagu "Cantik"-nya Kahitna, terus mempersembahkan lagu tersebut untuk semua wanita yang ada di hall tempat mereka tampil, which were termasuk aku yang ukurannya udah tante-tante kalo dibandingkan usia mereka... aku malah jadi jijay sendiri. Wakakakakak... jadi ngerasa salah tempat, salah idola. Anyway... meskipun begitu, siang ini aku mencoba untuk pertama kalinya kaos yang cocoknya buat ABG ini...
Ternyata bahannya enak, ukurannya gak terlalu kegombrongan. I wonder... ini kan kaos hadiah beli DVD, yang dikirimkan by mail dan mereka tidak menanyakan size dari si pembeli DVD. Haha... kalo gak nanya, mana mereka tauk Agrita itu kurus apa gendut, tinggi apa pendek. Artinya... seharusnya kaos itu all size. Buat aku kaos ini enak dipakai... tapi gimana ya kalo yang beli mas-mas badannya besar? Ntar gak muat, mrecet, lemper. (hehe... padahal yang badannya besar gak selalu mas-mas ding, kadang-kadang Kingkong juga badannya besar. ehehe... maksudnya bisa juga ABG badannya besar).
Ah sutralah... itu urusan mas-mas pembeli DVD yang badannya besar, mau dia sumbangkan kemana kaos kekecilan tersebut.
Note: BTW... ternyata lagu "Cantik" spektakuler ilfil itu gak ada di DVD-nya. Sayang sekali.