Pemusik Amatir. Dulunya Hobi Menari. Senang Jalan-jalan. Tukang Tidur. Trekkies. Dan Lain-Lain.
Thursday, June 30, 2011
Tamu Kawinan
Melengkapi posting sebelumnya. Inilah penampilan kami ketika datang ke kawinan. Dan sekaligus penampakan pertama Omla di blog ini. Taarraa...
Resepsi Pernikahan @Sorong
Lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, lain daerah tentunya lain adatnya... Ini bukan tentang resepsi pernikahanku ya, tapi tentang resepsi pernikahan yang kami hadiri selama di Sorong.
Selama 7 bulan sudah tinggal di kota Sorong, aku baru 4 kali datang ke acara resepsi pernikahan. Semuanya adalah pesta pernikahan kaum pendatang, ada yang Sulawesi, ada yang Ternate, ada yang Jawa, yah... seperti juga kami adalah pendatang di Sorong. Bedanya mereka menetap lama di sini, ndak seperti kami yang baru saja datang di sini.
Resepsi pertama yang aku hadiri kebetulan dilaksanakan di rumah ortu pengantin putri. Acaranya cukup praktis dan straightforward. Kebetulan dilaksanakan pada hari kerja dan jam istirahat siang. Kami datang, salaman, makan, foto, terus pulang. Tidak sampai sejam, kami sudah meninggalkan tempat acara. Acaranya di kampung, tapi tata caranya sangat-sangat "ibukota"...
Yang cukup menarik perhatian justru acara pernikahan yang 3 lagi. Ketiganya diselenggarakan di Gedung Oxygen, gedung pertemuannya Pertamina EP. Konon kabarnya termasuk aula terbesar di seluruh Sorong. Pastinya acaranya berbeda dengan yang biasa kami alami di Jakarta, serta sedikit mengingatkanku pada model resepsi pernikahan di Jawa Tengah jaman dulu (sayangnya minus USDEK-nya). Jadi banyak hal yang terasa "aneh" buatku.
Yang pertama pertama: Acara "pembukaan"-nya sangat panjang. Di salah satu resepsi pernikahan: undangan jam 7, kami baru bisa makan jam 9. Di resepsi pernikahan lainnya: undangan jam 1/2 8, acara pembukaannya relatif lebih singkat, tapi tetep saja baru bisa makan jam 9 kurang => lebih lama dari resepsi orang Minang yang menurut kami prosesinya sudah cukup lama (ada tari-tarian dulu).
Apa saja yang ada di acara pembukaannya? Apa yang aku tulis di list ini gak selalu ada di semua acara itu sih, tapi pasti ada di salah satu atau salah dua acara tersebut. Mari disimak...
1. Perkenalan Profil Manten
Yayaya... si MC membacakan si Manten ini lulusan mana, sekarang kerja dimana, terus mereka ketemu dimana, dst. Ada bagusnya juga sih kalau ada perkenalan seperti itu. Ambil contoh di kawinanku, banyak orang (kecuali teman-teman kantor kami tentunya) yang bertanya-tanya: mereka ketemu dimana sih...? Terus yang tahu kalau kami pernah sekantor juga banyak yang mengira bahwa kami baru saja pacaran dan kemudian langsung memutuskan untuk menikah (bahkan sodara juga ada yang mengira seperti itu, karena aku gak pernah ngajak si Omla ke acara keluarga). Berdasarkan laporan, banyak yang bilang begini waktu melihat kolase pre-wed kami: "Ooohh... ternyata sudah lama tooohh ketemunya."
Jadi, kalau ketika acara mantenan ada perkenalan seperti itu, para tetamu yang gak tau latar belakangnya jadi gak bertanya-tanya lagi. Tapi kalau itu diaplikasikan di acara kawinanku (dan juga kawinan di Jakarta lainnya), kasian bener om-tante VIP, bapak-ibu, kakak-kakak, adek-adek yang udah dateng tepat waktu, dan kemungkinan masih ada acara pernikahan di tempat lain pada waktu bersamaan. Jadi, lebih baik biarkan misterius saja bukan?
2. Sambutan dari berbagai pihak (lebih dari 1 sambutan)
Ehm... kalau yang ini sih aku ndak melihat sisi positipnya... cukup 1 saja sih sambutan itu, dari empunya rumah/empunya gawe yang diwakili oleh sodaranya. Kalau ada VIP yang dituakan (misalnya dari kantor mantennya, dari kantor ortu manten, atau pejabat entah darimana), mereka ndak perlu kasih sambutan, cukup diberi kesempatan untuk salaman duluan, dikasih meja fancy tersendiri (biar nyaman), dan foto-foto (kalau perlu).
3. Wawancara dengan manten...
Weks... beneran ini. Misal nih, di kawinan A+B, si A ditanya begini sama MC : "A, kenapa sih kamu milih B jadi pasangan kamu?". Aku gak tauk deh ya, bagaimana pendapat orang lain, tapi kalau aku kurang nyaman dengan pertanyaan itu, karena buat aku itu pertanyaan yang sangat pribadi. Masa' nanya sesuatu yang pribadi sambil ditonton beberapa ratus tamu? Mungkin bakal aku jawab: "Menurut loeh?"... wakakakakak...
Dipajang di depan pelaminan rasanya udah cukup wagu => meskipun kata Omla ada enaknya: kalo mau apa-apa tinggal tunjuk2 => oh yeah? tapi jadi gak bisa ngicipin thengkleng, selat solo, pasta seafood, dan yang terkini waktu ngunduh mantu di Nggunung : gudeg. Karena sudah cukup wagu, rasanya gak perlu ditambah lagi dengan exposure yang gak perlu seperti pertanyaan yang masuk ke ranah pribadi gitu.
4. Nyanyian Manten
Eh aku gak melarang manten nyanyi loh... di beberapa mantenan di Jawa juga aku melihat mantennya nyanyi, tapi biasanya itu setelah pesta berjalan beberapa saat dan tamu-tamu yang datang sudah mulai agak longgar. Dan uniknya... di salah satu mantenan Sorong yang aku kunjungi itu, mantennya DIPAKSA untuk nyanyi dan keliatan gak terlalu siap... Dan ada juga yang selain manten, MC-nya juga ikut nyanyi. Intinya sih ada acara hiburan nyanyi2, entah itu oleh manten, oleh MC, atau oleh penyanyi. Olala... kasianilah para tamu yang udah lewat jam makannya...
5. Foto VIP
Jadi setelah segala sambutan, dan acara-acara nyanyi dsb, tapi sebelum berdoa, para VIP dipanggil dulu untuk berfoto. Sebenernya ini juga biasa sih di Jakarta. Sebelum para tamu rakyat jelata dipersilakan bersalaman, biasanya VIP-nya dipanggil untuk salaman duluan, kemudian sekalian berfoto. Kecuali di kawinanku mungkin ya, VIP gak pake foto-fotoan.
Lucunya, di 2 acara Oxygen yang pertama, Omla tidak ikutan foto VIP dengan manajemen unit operasi, tapi di acara yang ketiga, tiba-tiba Omla memutuskan untuk ikut foto, dan aku pun terpaksa ikut-ikutan foto karena ibu-ibu lainnya ikutan foto. Oyeaa... ibu-ibu lain pada kinclong dan bling-bling... sedangkan aku pada hari itu lagi betawi-style, pake kebaya katun putih tanpa blink-blink...
Kurleb begitu deh... acara-acara "pembukaan" yang mengawali sebuah resepsi pernikahan di Sorong ini. Mungkin apa yang aku anggap sebagai "pembukaan" itu sebenarnya adalah acara intinya kalau buat orang sini. Berbeda dengan orang-orang Jakarta yang acara pembukaan itu = prosesi singkat, sambutan singkat dari keluarga, kemudian doa. Acara intinya orang Jakarta = salaman dan makan-makannya. Lain padang lain belalang itu tadi...
Sebenarnya acara yang berkepanjangan itu mengingatkan pada acara kawinan di Jawa Tengah jaman aku masih kecil dulu. Bedanya, kalau di Jateng, sambil berjalannya acara, makanan sudah dihidangkan dengan cara diedarkan ke para tetamu secara bertahap. Itulah yang disebut USDEK alias Unjukan (minuman), Sop, Dahar (makan), Es, terus Kundur (pulang). Jadi sambil menunggu prosesi selesai, tetamu ndak kelaparan...
Nah kalau di Sorong, makanan dihidang secara prasmanan, baru bisa diambil setelah rangkaian acara tadi selesai, akibatnya antrenya gila-gilaan, ujung-ujungnya orang-orang macam Omla gitu jadi malas makan, dan berakhir dengan bikin Indomie di rumah...
Mau pilih cara yang mana, itu mah selera masing-masing keluarga, yang pasti kita sebagai tamu sebaiknya siap dan bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. Karena sudah tahu adatnya di tempat ini seperti itu, lain kali jangan ngarepin bisa menjadikan acara kawinan sebagai sarana makan gretong seperti di Jakarta. Kalau bisa pas datang ke acara sudah diganjel dulu dengan makanan ringan, atau bahkan sudah makan berat dulu.
Selama 7 bulan sudah tinggal di kota Sorong, aku baru 4 kali datang ke acara resepsi pernikahan. Semuanya adalah pesta pernikahan kaum pendatang, ada yang Sulawesi, ada yang Ternate, ada yang Jawa, yah... seperti juga kami adalah pendatang di Sorong. Bedanya mereka menetap lama di sini, ndak seperti kami yang baru saja datang di sini.
Resepsi pertama yang aku hadiri kebetulan dilaksanakan di rumah ortu pengantin putri. Acaranya cukup praktis dan straightforward. Kebetulan dilaksanakan pada hari kerja dan jam istirahat siang. Kami datang, salaman, makan, foto, terus pulang. Tidak sampai sejam, kami sudah meninggalkan tempat acara. Acaranya di kampung, tapi tata caranya sangat-sangat "ibukota"...
Yang cukup menarik perhatian justru acara pernikahan yang 3 lagi. Ketiganya diselenggarakan di Gedung Oxygen, gedung pertemuannya Pertamina EP. Konon kabarnya termasuk aula terbesar di seluruh Sorong. Pastinya acaranya berbeda dengan yang biasa kami alami di Jakarta, serta sedikit mengingatkanku pada model resepsi pernikahan di Jawa Tengah jaman dulu (sayangnya minus USDEK-nya). Jadi banyak hal yang terasa "aneh" buatku.
Yang pertama pertama: Acara "pembukaan"-nya sangat panjang. Di salah satu resepsi pernikahan: undangan jam 7, kami baru bisa makan jam 9. Di resepsi pernikahan lainnya: undangan jam 1/2 8, acara pembukaannya relatif lebih singkat, tapi tetep saja baru bisa makan jam 9 kurang => lebih lama dari resepsi orang Minang yang menurut kami prosesinya sudah cukup lama (ada tari-tarian dulu).
Apa saja yang ada di acara pembukaannya? Apa yang aku tulis di list ini gak selalu ada di semua acara itu sih, tapi pasti ada di salah satu atau salah dua acara tersebut. Mari disimak...
1. Perkenalan Profil Manten
Yayaya... si MC membacakan si Manten ini lulusan mana, sekarang kerja dimana, terus mereka ketemu dimana, dst. Ada bagusnya juga sih kalau ada perkenalan seperti itu. Ambil contoh di kawinanku, banyak orang (kecuali teman-teman kantor kami tentunya) yang bertanya-tanya: mereka ketemu dimana sih...? Terus yang tahu kalau kami pernah sekantor juga banyak yang mengira bahwa kami baru saja pacaran dan kemudian langsung memutuskan untuk menikah (bahkan sodara juga ada yang mengira seperti itu, karena aku gak pernah ngajak si Omla ke acara keluarga). Berdasarkan laporan, banyak yang bilang begini waktu melihat kolase pre-wed kami: "Ooohh... ternyata sudah lama tooohh ketemunya."
Jadi, kalau ketika acara mantenan ada perkenalan seperti itu, para tetamu yang gak tau latar belakangnya jadi gak bertanya-tanya lagi. Tapi kalau itu diaplikasikan di acara kawinanku (dan juga kawinan di Jakarta lainnya), kasian bener om-tante VIP, bapak-ibu, kakak-kakak, adek-adek yang udah dateng tepat waktu, dan kemungkinan masih ada acara pernikahan di tempat lain pada waktu bersamaan. Jadi, lebih baik biarkan misterius saja bukan?
2. Sambutan dari berbagai pihak (lebih dari 1 sambutan)
Ehm... kalau yang ini sih aku ndak melihat sisi positipnya... cukup 1 saja sih sambutan itu, dari empunya rumah/empunya gawe yang diwakili oleh sodaranya. Kalau ada VIP yang dituakan (misalnya dari kantor mantennya, dari kantor ortu manten, atau pejabat entah darimana), mereka ndak perlu kasih sambutan, cukup diberi kesempatan untuk salaman duluan, dikasih meja fancy tersendiri (biar nyaman), dan foto-foto (kalau perlu).
3. Wawancara dengan manten...
Weks... beneran ini. Misal nih, di kawinan A+B, si A ditanya begini sama MC : "A, kenapa sih kamu milih B jadi pasangan kamu?". Aku gak tauk deh ya, bagaimana pendapat orang lain, tapi kalau aku kurang nyaman dengan pertanyaan itu, karena buat aku itu pertanyaan yang sangat pribadi. Masa' nanya sesuatu yang pribadi sambil ditonton beberapa ratus tamu? Mungkin bakal aku jawab: "Menurut loeh?"... wakakakakak...
Dipajang di depan pelaminan rasanya udah cukup wagu => meskipun kata Omla ada enaknya: kalo mau apa-apa tinggal tunjuk2 => oh yeah? tapi jadi gak bisa ngicipin thengkleng, selat solo, pasta seafood, dan yang terkini waktu ngunduh mantu di Nggunung : gudeg. Karena sudah cukup wagu, rasanya gak perlu ditambah lagi dengan exposure yang gak perlu seperti pertanyaan yang masuk ke ranah pribadi gitu.
4. Nyanyian Manten
Eh aku gak melarang manten nyanyi loh... di beberapa mantenan di Jawa juga aku melihat mantennya nyanyi, tapi biasanya itu setelah pesta berjalan beberapa saat dan tamu-tamu yang datang sudah mulai agak longgar. Dan uniknya... di salah satu mantenan Sorong yang aku kunjungi itu, mantennya DIPAKSA untuk nyanyi dan keliatan gak terlalu siap... Dan ada juga yang selain manten, MC-nya juga ikut nyanyi. Intinya sih ada acara hiburan nyanyi2, entah itu oleh manten, oleh MC, atau oleh penyanyi. Olala... kasianilah para tamu yang udah lewat jam makannya...
5. Foto VIP
Jadi setelah segala sambutan, dan acara-acara nyanyi dsb, tapi sebelum berdoa, para VIP dipanggil dulu untuk berfoto. Sebenernya ini juga biasa sih di Jakarta. Sebelum para tamu rakyat jelata dipersilakan bersalaman, biasanya VIP-nya dipanggil untuk salaman duluan, kemudian sekalian berfoto. Kecuali di kawinanku mungkin ya, VIP gak pake foto-fotoan.
Lucunya, di 2 acara Oxygen yang pertama, Omla tidak ikutan foto VIP dengan manajemen unit operasi, tapi di acara yang ketiga, tiba-tiba Omla memutuskan untuk ikut foto, dan aku pun terpaksa ikut-ikutan foto karena ibu-ibu lainnya ikutan foto. Oyeaa... ibu-ibu lain pada kinclong dan bling-bling... sedangkan aku pada hari itu lagi betawi-style, pake kebaya katun putih tanpa blink-blink...
Kurleb begitu deh... acara-acara "pembukaan" yang mengawali sebuah resepsi pernikahan di Sorong ini. Mungkin apa yang aku anggap sebagai "pembukaan" itu sebenarnya adalah acara intinya kalau buat orang sini. Berbeda dengan orang-orang Jakarta yang acara pembukaan itu = prosesi singkat, sambutan singkat dari keluarga, kemudian doa. Acara intinya orang Jakarta = salaman dan makan-makannya. Lain padang lain belalang itu tadi...
Sebenarnya acara yang berkepanjangan itu mengingatkan pada acara kawinan di Jawa Tengah jaman aku masih kecil dulu. Bedanya, kalau di Jateng, sambil berjalannya acara, makanan sudah dihidangkan dengan cara diedarkan ke para tetamu secara bertahap. Itulah yang disebut USDEK alias Unjukan (minuman), Sop, Dahar (makan), Es, terus Kundur (pulang). Jadi sambil menunggu prosesi selesai, tetamu ndak kelaparan...
Nah kalau di Sorong, makanan dihidang secara prasmanan, baru bisa diambil setelah rangkaian acara tadi selesai, akibatnya antrenya gila-gilaan, ujung-ujungnya orang-orang macam Omla gitu jadi malas makan, dan berakhir dengan bikin Indomie di rumah...
Mau pilih cara yang mana, itu mah selera masing-masing keluarga, yang pasti kita sebagai tamu sebaiknya siap dan bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. Karena sudah tahu adatnya di tempat ini seperti itu, lain kali jangan ngarepin bisa menjadikan acara kawinan sebagai sarana makan gretong seperti di Jakarta. Kalau bisa pas datang ke acara sudah diganjel dulu dengan makanan ringan, atau bahkan sudah makan berat dulu.
Friday, June 17, 2011
Klinik Kecantikan di Sorong
Pas jam istirahat Sholat Jumat, pulang ke rumah dan leyeh-leyeh menonton TV. Kebetulan channel yang diputar adalah channel Tasindo, home channel-nya perusahaan TV Kabel lokal yang kami pergunakan. Acaranya adalah iklan-iklan lokal.
Ada 1 iklan yang menarik perhatian: iklan klinik kecantikan di kota Sorong. Klip yang diputar cukup panjang, ada adegan-adegan yang mendemonstrasikan layanan yang mereka sediakan. Klip tersebut menampilkan seorang pria yang gayanya seperti dokter. Seharusnya sebuah klinik kecantikan memang punya seorang dokter spesialis kulit, namanya juga KLINIK. Tapi... di Sorong ini katanya ada 1 dokter spesialis kulit, tapi dokternya perempuan dan prakteknya bukan di klinik yang pasang iklan itu. Dan lagi, kenapa si pria itu jas putihnya tangan pendek ya? Masih Ko-As kah??
Klinik tersebut menyediakan layanan Full Body Spa.. Nice info, sayangnya telat... harusnya 2 bulan lalu liat iklan itu, sehingga aku bisa luluran waktu persiapan acara mantenan. Hehehe... Tapi mungkin boleh dicoba juga sih, buat menghilangkan belang-bonteng hasil panas-panasan di Pulau Wayag.
Nah, 1 layanan yang paling menggelitik (buat aku) adalah: dermaroller. Yes, dermaroller. Gilingan mungil dengan jarum-jarum di sekelilingnya itu adalah barang yang sudah gak asing lagi buat aku, sebagai mantan konsumen. Gunanya adalah untuk memberikan luka kecil-kecil di permukaan kulit, sehingga merangsang pertumbuhan jaringan baru.
Woww... di Sorong sudah ada dermaroller... tapi bayanginnya ngeri. Berbagai pertanyaan yang timbul:
1) Pake dianastesi lokal gak ya? Itu kan sakit banget... Dulu aja udah dikasih anastesi lokal yang tebel, plus minum pil anastesi yang keras sampe nggliyeng, tapi masih kerasa sakit pas digiling.
2) Dermarollernya dedicated per pasien gak ya? Itu kan mahal banget... Yup, barangnya didatangkan dari Jerman konon kabarnya. Kalo digiling pake dermaroller, kulit kita akan berlubang kecil-kecil dan berdarah-darah, jadi dedicated tools for every patient is a must daripada jadi sarana penularan penyakit.
3) Terus yang ngerjain siapa?? Di erhaclinic, dermaroller harus dikerjakan oleh dokter SPKK, meskipun aku pernah mendengar di tempat lain dokter umum diijinkan juga untuk mengerjakan dermaroller, selama dokter tersebut sudah kursus/punya sertifikat. Tapi kalo pria berjas lengan pendek yang mengerjakan??!! Uh-oh.
Eniwei baswei, untungnya aku tidak berminat untuk menggunakan layanan dermaroller ini dalam waktu dekat. Kalau layanan lainnya, terutama yang berhubungan dengan keklinikan, seperti misalnya luluran, boleh juga sekali-sekali dicoba. Kalau yang berhubungan sama klinik, mendingan aku ke SPKK yang letaknya gak jauh dari alamat si klinik kecantikan ituuu...
Update: Baru aja ngeh soal berbagai tipe dan ukuran jarum dermaroller, semoga yang di klinik itu adalah tipe dermaroller yang aman untuk penggunaan rumahan (gak harus dikerjakan oleh dokter SPKK) dan gak pake acara berdarah-darah seperti yang pernah aku jalani.
Ada 1 iklan yang menarik perhatian: iklan klinik kecantikan di kota Sorong. Klip yang diputar cukup panjang, ada adegan-adegan yang mendemonstrasikan layanan yang mereka sediakan. Klip tersebut menampilkan seorang pria yang gayanya seperti dokter. Seharusnya sebuah klinik kecantikan memang punya seorang dokter spesialis kulit, namanya juga KLINIK. Tapi... di Sorong ini katanya ada 1 dokter spesialis kulit, tapi dokternya perempuan dan prakteknya bukan di klinik yang pasang iklan itu. Dan lagi, kenapa si pria itu jas putihnya tangan pendek ya? Masih Ko-As kah??
Klinik tersebut menyediakan layanan Full Body Spa.. Nice info, sayangnya telat... harusnya 2 bulan lalu liat iklan itu, sehingga aku bisa luluran waktu persiapan acara mantenan. Hehehe... Tapi mungkin boleh dicoba juga sih, buat menghilangkan belang-bonteng hasil panas-panasan di Pulau Wayag.
Nah, 1 layanan yang paling menggelitik (buat aku) adalah: dermaroller. Yes, dermaroller. Gilingan mungil dengan jarum-jarum di sekelilingnya itu adalah barang yang sudah gak asing lagi buat aku, sebagai mantan konsumen. Gunanya adalah untuk memberikan luka kecil-kecil di permukaan kulit, sehingga merangsang pertumbuhan jaringan baru.
Woww... di Sorong sudah ada dermaroller... tapi bayanginnya ngeri. Berbagai pertanyaan yang timbul:
1) Pake dianastesi lokal gak ya? Itu kan sakit banget... Dulu aja udah dikasih anastesi lokal yang tebel, plus minum pil anastesi yang keras sampe nggliyeng, tapi masih kerasa sakit pas digiling.
2) Dermarollernya dedicated per pasien gak ya? Itu kan mahal banget... Yup, barangnya didatangkan dari Jerman konon kabarnya. Kalo digiling pake dermaroller, kulit kita akan berlubang kecil-kecil dan berdarah-darah, jadi dedicated tools for every patient is a must daripada jadi sarana penularan penyakit.
3) Terus yang ngerjain siapa?? Di erhaclinic, dermaroller harus dikerjakan oleh dokter SPKK, meskipun aku pernah mendengar di tempat lain dokter umum diijinkan juga untuk mengerjakan dermaroller, selama dokter tersebut sudah kursus/punya sertifikat. Tapi kalo pria berjas lengan pendek yang mengerjakan??!! Uh-oh.
Eniwei baswei, untungnya aku tidak berminat untuk menggunakan layanan dermaroller ini dalam waktu dekat. Kalau layanan lainnya, terutama yang berhubungan dengan keklinikan, seperti misalnya luluran, boleh juga sekali-sekali dicoba. Kalau yang berhubungan sama klinik, mendingan aku ke SPKK yang letaknya gak jauh dari alamat si klinik kecantikan ituuu...
Update: Baru aja ngeh soal berbagai tipe dan ukuran jarum dermaroller, semoga yang di klinik itu adalah tipe dermaroller yang aman untuk penggunaan rumahan (gak harus dikerjakan oleh dokter SPKK) dan gak pake acara berdarah-darah seperti yang pernah aku jalani.
Subscribe to:
Posts (Atom)