Friday, November 30, 2007

Anak SMA dan Celana Skinny

Sebentar lagi tahun 2007 berakhir, dan salah satu model pakaian yang nge-trend tahun ini adalah Celana Skinny. Aku sendiri sih bukan pemakai Skinny Jeans, karena aku hanya skinny dari pinggang ke atas, sedangkan celana kan tidak dipakek di atas pinggang (untuk topi misalnya... jadi kribo dunk...)

Nah... tapi rupanya aku tidak memperhatikan nih, skinny jeans ini sebenarnya hanya dipakai oleh kaum wanita, atau dipakai juga oleh kaum pria ya?? Hmm... aku sendiri gak begitu memperhatikannya... secara temen-temenku (yang pria) tidak ada satupun yang memakai celana skinny (hihi... aku jadi membayangkan temen-temen kantorku, terus temen-temen PSM-ku, berkeliaran di mall pakek celana skinny). Terus aku juga jarang pergi ke mall yang penuh ABG. Kalopun iya, biasanya menghindari kerumunan ABG. Sehingga selama ini aku berasumsi bahwa celana skinny hanya dipakai oleh kaum perempuan...

Sampai pada suatu hari (tepatnya tadi pagi), aku melihat anak SMA, cowok, menyebrang jalan Buncit Raya dengan seragam SMA-nya. model celana-nya duonk... Skinny bo'!! (perhatikan bahwa sekarang aku menulis "bo'!", bukan "bok!", karena ada yang protes soal penulisannya bo'!).

Selain skinny, celananya juga kependekan, jadi model 7/8. Mungkin sudah kekecilan kali ya?? Tapi enggak sih kayaknya, tidak keliatan seperti kekecilan. Kalo celana kekecilan, modelnya tetep lurus selayaknya celana SMA, ukurannya saja kekecilan. Yang ini modelnya seperti Skinny Jeans, agak menyempit di bawah...

Wah... jangan-jangan itu celana mbakyu-nya ya? atau celana dia tapi dicuci di laundry-nya Diklat Pertamina Simprug, jadi menciut (bajuku duluu... tak begini...)? Atau celana dia dijemur di depan rumah, terus tertukar dengan celana tetangganya? which is menimbulkan pertanyaan: kok tetangganya punya celana SMA model skinny??

Mungkin memang aku yang kurang bergaul dengan anak-anak ABG... jadi tidak mengikuti mode seragam SMA terakhir yang lagi ngetrend. Umm.. lain kali aku mungkin gak akan kaget ngeliat anak-anak cowok SMA berkeliaran dengan kemeja gombrong, celana skinny, dan ikat pinggang yang diikatkan di luar kemeja... huihuihui... kayak mbak-mbak mau ke mall...

Thursday, November 29, 2007

Bahas Buku Giling Lagi...

Dua “seleb” Indonesia yang lagi jadi perhatianku adalah Nial Djuliarso dan Raditya Dika. Entahlah, mereka cukup terkenal gak untuk disebut sebagai seleb… Kalaupun sekarang nggak cukup terkenal, semoga ke depan mereka bisa lebih terkenal dan mengharumkan nama Indonesia… (hmm… emangnya Glade Semprot rasa Lavender).

Kenapa Radith? Bukannya aku terlalu tua untuk membaca buku-buku giling macam Kambing Jantan, fans-nya Radith kan banyak anak-anak ABG…??

Mau jawaban serius? Atau jawaban males nih?

Karena…
Buku Radith bisa mengatasi sembelit dan menyembuhkan berbagai penyakit
Buku Radith bisa buat ngusir kecoak-kecoak di kantor, yang datang kembali ketika aku mbuka cemilan, jadi Buku Radith adalah lawan dari cemilan-cemilan kantor
Buku Radith bisa buat kipas-kipas di kondangan
Buku Radith bisa dipakek buat bungkus gorengan…

Sekarang seriously nih…
Yang bisa dipelajari setelah membaca buku Radith (selain bagaimana caranya menahan tawa yang berlebihan ketika baca di depan umum) adalah bagaimana kita bisa mentertawakan diri kita sendiri. Si Dika ini mengajak kita pembaca untuk bersama-sama mentertawakan dirinya.

Kata orang, hidup akan jadi lebih indah ketika kita bisa mentertawakan diri kita sendiri. Ketika kita mengalami hal-hal lucu/bodoh (yang cukup simple misalnya jatuh dari kursi, nabrak pintu, dst), kita jangan lantas malu. Wuaaaa…. Bisa having a bad day kalo gitu caranya… Sebaliknya kalo kita bisa mentertawakannya, justru hal-hal tersebut will make our day loh!! Dan hidup pun jadi semakin indah…

Selain jawaban serius di atas, ada juga sih jawaban yang less serious….
Baca buku giling dan konyol gitu sih enak aja, gak pakek mikir… kalo lagi ketawa-ketiwi sendiri sambil baca, jadi lupa sama hal-hal yang gak asik… bahkan kadang-kadang ketawanya rekursif: ngetawain diri sendiri yang bisa ketawa sampe segitunya…

Oke deh… aku mau re-read Kambing Jantan dulu… mengingat masa-masa nostalgia di Makassar, baca Kambing Jantan sambil mata lampu… gara-gara maksain baca sampe memakai penerangan berupa sinar HP.

Friday, November 23, 2007

Kebanyakan Baca Buku/Blog Radith

Setelah membaca blognya www.radityadika.com, aku dan Ibu mengajukan tebak-tebakan pada Ndulo yang kita tengarai belum sempet baca www.radityadika.com karena kemaren habis jaga (jaga apa? jaga warung? jaga siskamling? pokoknya jaga deh...).

Tebak-tebakan itu berupa pertanyaan yang diambil dari www.radityadika.com, aku tambahin: "Kalo tauk jawabannya berarti sudah bisa berpikir secara 'raditya dika'...". Ternyata yang bisa jawab adalah Ndoro (kemarennya Bapak juga bisa jawab, sekali tebak). Artinya... entah soal tebak-tebakan itu udah pernah didengar sebelumnya, atau emang udah bisa berpikir secara 'radith'?? Hehehe...

Huh... tadi pas rapat di lantai 5, secara gak sengaja, lidahku keseleo... keseleonya Radith banget alias kurang appropriate... untungnya agak kurang jelas sih... dan aku tetep masang muka straight waktu sadar kalo aku keseleo lidah, seolah-olah tak pernah terjadi kesalahan bicara.

Itu gara-gara mau mengeja .NET dalam bahasa indonesia... yang ada di dalam pikiranku adalah "DOT-NET" sedangkan aku sendiri mau bicara dalam bahasa indonesia: "TITIK-NET". Ya sudah... Akhirnya yang keluar adalah salah satu dari kombinasi kata TITIK dan DOT yang kurang appropriate... HHAAADDDUUUHH MAAKKK... untung saja bisa masang straight face, jadi image-ku nggak rusak.

Ini pasti gara-gara kebanyakan buku/blog Radith deh...

Wednesday, November 21, 2007

Chocolate....

Setelah ngeliat showroom-nya Beryls, aku jadi makin suka sama coklat, terus kepikiran... kenapa industri coklat di Indonesia gak berkembang ya...

Dari SD sampe sekarang, aku adalah penggemar coklat. Baik itu coklat batangan maupun minuman coklat. Berbagai hal aneh yang berhubungan dengan coklat pernah kualami. Dari mulai gigi copot pas makan coklat (jadi coklat with caramel filling dengan bonus gigi asin), sampe kantong celana jeans yang berlumuran coklat leleh...

Selera coklatku mungkin agak aneh untuk kebanyakan orang Indonesia. Makin dark coklatnya, aku makin suka. Aku gak suka White Chocolate kalo gak di-combine dengan dark chocolate. Pernah ada yang ngasih toblerone ukuran besar. Waktu dikasih (toblerone-nya dibungkus kertas) aku cengar-cengir senang, tapi begitu sampe rumah... buka bungkusnya, jreng!! Ternyata Toblerone yang White!! Gak lebar lagi deh nyengirnya...

Sayangnya seleraku itu gak ditunjang oleh pasar coklat di Indonesia. Kebanyakan coklat batangan yang beredar di supermarket-supermarket adalah Milk Chocolate yang banyak campuran susunya. Kalo Milk Choco sih aku suka, tapi masih kalah suka kalo dibandingkan Dark Choco. Mungkin karena orang Indonesia gak terlalu suka Dark Choco, karena rasanya yang pahit, jadi hampir gak ada yang jualan Dark Choco di supermarket biasa (kalo di Ranch Market atau di Food Hall sih ada, tapi impor, dan harganya bok...). Kalo pun ada, cuman Silver Queen dan Toblerone saja. Dan dua-duanya gak memenuhi syarat untuk jadi "coklatku", karena Silver Queen mengandung cashew alias mente sedangkan toblerone kemahalan buat sering-sering dibeli.

Sebenernya kalo dilihat statistiknya di seluruh dunia, seleraku itu termasuk umum. Karena menurut wikipedia (dikutip dari risetnya Nestle), di dunia ini yang suka Dark Choco sekitar 68%, Milk Choco hanya 22%, sedangkan White Choco 10%.

Tapi gak selamanya Dark Choco gak tersedia di sini. Dulu sempet ada Dark Choco produknya Lagie, murah meriah pula harganya: 2500 rupiah (jaman tahun 2002) untuk coklat seukuran 2 kali wafer KitKat. Di Toko Bahagia, pasar Simpang Bandung aja ada. Tapi entah sejak kapan... produk itu menghilang dari pasaran :-(.

Selain batangan, aku juga fans berat minuman coklat. Minuman coklat itu maksudnya Hot/Iced Chocolate beserta turunannya, yang menurutku berbeda dengan Susu Coklat. Kalo Susu Coklat itu yang dominan adalah susunya, sedangkan Minuman Coklat hanya mengandung sedikit susu.

Jaman dulu, aku suka Susu Coklat, gak mau minum susu kalo gak ada coklatnya, tapi sekarang... beda cerita. Kalo minum Susu Coklat, aku pasti menganggap SUSU-nya merusak rasa coklatnya. Jadi lebih baik minum susu vanilla sekalian, kalo mau minum coklat ya sekalian minum Hot/Iced Chocolate aja, yang rasa susunya gak dominan.

Sekarang ini, aku menilai sebuah cafe dari Hot/Iced Chocolate-nya. Pertama kali datang ke suatu cafe, yang kucoba adalah Chocolate-nya dulu. Kapan ya terakhir sampling? Hmm... Cafe Au Lait, pas nonton Nial Djuliarso. Kesimpulannya adalah coklatnya gak enak (tapi kalo makanannya sih enak, saladnya yummy banget). Top of the List buat Hot Choc masih dipegang Oh La La, sedangkan untuk Iced-nya adalah Spinelli.

Selain minum coklat di resto/cafe, aku juga senang beli minuman coklat bubuk di supermarket. Lagi-lagi di Indonesia resource-nya terbatas. Dulu pernah ada keluarannya Delfi, rasanya boljug lah... tapi seperti Dark Choco-nya Lagie, produk Delfi tersebut juga menghilang dari pasar. Milo 3-in-1 rasanya lumayan, tapi sebenernya dia gak terlalu coklat, dia hampir masuk kategori Susu Coklat. Sebenernya bisa juga pakek bubuk coklatnya Van Houten (ini yang paling enak) atau Windmollen (lumayan enak) dan jangan Wijsman (ini gak enak), itu tuh... yang biasa buat masak itu. Tapi agak repot karena gak instan. Harus nakar susu sendiri, nakar gula... jadi rasanya gak standar. Selain Delfi, Carrefour juga punya tuh produk minuman coklat instan, harganya lumayan terjangkau. Tapi cuman ada di Carrefour sajah, itupun gak selalu ada. Ya mungkin karena di Indonesia pasarnya sedikit ya, orang lebih suka minum kopi dibandingkan coklat.

Selain di Supermarket, di Indonesia ini coklat batangan/minuman bisa juga didapat di bakery/cafe/toko khusus produk coklat, misalnya Dapur Cokelat, Death By Chocolate, dan masih banyak lagi. Tapi mereka memproduksi coklat masih sebatas dalam skala home industry dan buat dijual sendiri di toko mereka.

Nah, belakangan ini... aku menemukan produk coklat yang lumayan diproduksi secara masal, sayangnya pabriknya gak di area Jabotabek dan untuk tahap awal sepertinya produk-produknya dipasarkan di lokal saja.

Setahun yang lalu aku menemukan Cokelat Monggo di Circle-K Yogya. Rasanya lumayan miyayeni, berkelas lah. Dia menyediakan Dark Chocolate juga. Sayangnya dia hanya tersedia di Mirota, atau Circle-K sajah. Beberapa bulan lalu aku pernah menemukannya di Circle-K Jakarta. Sayangnya lagi, harganya kalah bersaing dibandingkan licensed product seperti Cadbury, Delfi, Van Houten yang dijual di supermarket.

Terus satu lagi, pas sebelum lebaran, aku nemu coklat minuman merk Schoko di Parijs Van Java, Bandung. Itu produk bikinan Bandung. Rasanya macam-macam, ada yang Caramelo, Original, Irish Cream, lumayan berkelas juga, udah macam produk impor aja. Tapi ya gitu deh... rasanya baru 2 minggu terakhir ini aja aku melihat produk tersebut di Hero Jakarta, sebelumnya juga hanya available di Bandung. Kalopun ada di Jakarta, itu bukan yang produk minumannya, hanya produk coklat bubuk buat masak.

Herannya... dua produk tadi (Monggo dan Schoko) mengusung Belgian Chocolate sebagai bahan bakunya. Lha?? Padahal katanya Indonesia produsen cocoa nomor 3 di dunia... Terus... menurut pengakuan si Eldi... waktu kecil dia suka nyolong buah coklat di Perbaungan sana. Terus aku ngebayangin ada "Coklat Eldi", yang bisa disandingkan dengan "Kopi Luwak". Hihihihi...

Terus tauk gak?? Belgia itu (dan juga Swiss yang terkenal akan produk chocolate-nya) sama sekali gak punya tanaman cocoa. Karena cocoa itu hanya hidup di daerah sekitar khatulistiwa alias tropis. Mereka hanya negara pemroses cocoa. Jadi...?? Mungkin flow-nya seperti ini: Cocoa-nya dari sekitar-sekitar khatulistiwa (bahkan mungkin dari Indonesia sendiri), dibawa ke Belgia untuk diproses jadi bahan setengah jadi. Baru deh dibawa lagi ke Bandung/Yogya untuk diproses lebih lanjut jadi Cokelat Monggo dan minuman Schoko. Terus dikasih label yang bilang bahwa bahannya adalah Belgian Chocolate.

Kadang-kadang aku suka ngidam berat coklat, aku menyebutnya "Sakau Cokelat". Rasanya ada dorongan kuat untuk makan cokelat. Dulu jaman lagi menyelesaikan TA di Bandung, hampir tiap hari tuh aku meluangkan waktu untuk jalan ke pasar Simpang dan beli coklat. Entah itu es krim, Lagie, roti coklat SariRoti, atau Beng-beng. Setelah bekerja juga masih sering Sakau Cokelat, untungnya banyak Alfamart, Indomaret, ataupun Circle-K di setiap sudut Jakarta yang menyediakan coklat, meskipun gak terlalu bervariasi. Lumayan lah... untuk mengobati "Sakau"-nya. begitu makan segigit aja, biasanya langsung sembuh sendiri...hehehe...

Hmmm... andaikan... Indonesia punya yang kayak Beryls gitu... yang produknya didapat dengan mudah di supermarket dengan harga terjangkau... nanti aku mengusulkan produk coklat dengan judul Dark Chocolate with Ikan Wader Filling...hehehe...

Males Nulis

Lagi males nulis nih... ide sih banyak, tapi begitu udah di depan kompie, langsung males... heheheh...

Sekarang topik yang lagi hangat apaan ya... Busway?? Duh, capek deh... kayaknya semua orang udah ngebahas yang satu ini. Kalo aku sih setuju aja ada busway, tapi gak setuju sama implementasinya yang terlalu terburu-buru, kurang persiapan, akhirnya tujuan aslinya (untuk mengurangi penggunaan mobil pribadi) gak tercapai. Yang ada malah jadi bikin Jakarta makin gila...

Oya, kemaren aku ngeliat blognya ibu ini, ternyata ada posting tentang Raditya Dika. Setahun lalu aku yang merekomendasikan ke Ndulo buku Kambing Jantan, waktu itu aku baru pulang dari Makassar, mbaca buku itu pas di rumah Irva. Tapi ternyata sekarang Ndulo jadi lebih rajin beli buku-buku selanjutnya, bahkan sampe langganan majalah Bukune, yang redakturnya si Raditya itu. Kemaren aku ngusulin sekalian aja ikutan kontes foto ancur Aku dan Buku Radith-ku. Oya, sekarang Ibu juga ikutan baca buku-bukunya Raditya Dika.

Di tengah kehidupan yang serba hingar bingar ini, daripada bete kebanyakan nonton infotainment, atau kebanyakan nonton berita yang ngakunya-fakta-padahal-opini, mendingan baca buku ancur kayak Kambing Jantan (dikira buku peternakan), atau yang sedikit heboh judulnya Radikus-Makankakus (eh bener gak ya judulnya begini... aku cuman inget makankakus-nya aja). Pastinya bikin ketawa dari hati yang setulus-tulusnya, jadi menghilangkan bete, capek, dst... yah... katanya tertawa itu kan sehat. Ada yang sudah membuktikan bahwa membaca buku Raditya Dika bisa mengatasi sembelit loh... (mungkin kronologisnya: baca buku, ketawa, mules, lari ke WC).

Ngomong2 Raditya, Bukune-nya Ndulo yang bulan ini kok belum dateng-dateng yak??

Aku lapar... hmm... jadi pengen ngomongin coklat. Yah.. aku mau bikin posting tentang coklat ah.

Thursday, November 01, 2007

Lunch Memabukkan...

Hari ini gak ada bos lagi... heheheh...

Dan kami bertiga (aku, Bi, dan Dudut) melarikan diri... makan siang di tempat yang agak jauh. Kebetulan si Sapi pas baru balik dari Bogor. Jadilah kita makan berempat. Tempatnya adalah di resto Medan Baru.

Resto ini terkenal akan Gulai Kepala Kakap-nya. Menurut sumber yang kurang dapat dipercaya, katanya dikasih bumbu sedikit ganja untuk mengentalkan kuahnya. Hmm... yang namanya ganja kan emang asal muasalnya adalah bumbu masak, asal dipergunakan dengan benar aja. Aku sih bilang sama teman-teman: "Aku tak tau info itu bener apa enggak, yang pasti kalo abis makan di situ jadi teler." Hehehe... ya iyalah... wong gak makan di situ aja, asal kekenyangan, terus teler... :-D

Selain terkenal akan Gulai Kepala Kakapnya, resto ini juga terkenal akan mahalnya. Hehehe... 1 porsi nasi yang ukurannya kecil aja 4500 rupiah. Padahal aku dan Pi aja makan 1 1/2 porsi (jadi kebayang kan gimana kecilnya?? aku lagi gak mode tong sampah on nih).

Kalo kuah Gulai-nya emang mantap banget. Aku sampe gak rela "menumpuk"-nya dengan kuah makanan lain. Entah nasinya atau kuahnya ada yang dikasih aroma pandan. Jadi waktu selesai makan, tanganku yang berlumuran kuah itu sama sekali gak bau amis ikan kakap, tapi bau wangi pandan... hmm...

Selesai makan, tadinya mau ke Ambasador, tapi si Sapi minta dipulangin ke kost, trus aku, Bi dan Dudut akhirnya mutusin untuk pulang ke kantor lagi aja. Di tengah jalan, si Dudut cegukan. Haaa?? Jangan-jangan si Dudut mabok kena bumbu itu??

Peternakan Kecoak

Belakangan ini... kami para pekerja TI di lantai 10 lagi pada rajin beternak kecoak. Hampir di setiap meja (meja Bi, mejaku, meja Iqbal, meja mas Narma, meja Dudut, dst) ada kecoak bersembunyi di balik tumpukan kertas, di bayang-bayang meja, bahkan Iqbal pernah menemukan ada sepasang yang lagi pacaran di pesawat teleponnya.

Keadaan bertambah parah dengan adanya makanan pasca lebaran. Remah-remah makanan tersebut pasti sangat bermanfaat buat keluarga besar kecoak. Aku cuman bisa pasrah waktu suatu hari ada sepotong "creamy black forest" jatuh di atas karpet belakang bangkuku... wuuuuaaaaa.... kecoak-nya makin senang dunk!!! Keberadaan cemilan merk Kriuk juga pasti mendorong berkembang biaknya keluarga kecoak itu...

Hari ini, mereka dapet temen baru... yaitu segerombolan semut yang tiba-tiba ikutan di mobil Bi. Aneh sekali semut-semut itu... kok bisa masuk ke dalam mobil, terus menggerumuti roti unyil-nya Pi. Dan ketika aku berusaha menyelamatkan si roti unyil, mereka dengan senang hati ikut menggerumuti aku... wwwuuuaaa...

Aku: "Mungkin kalo kita taroh deket meja kita aka sarang kecoak, semut-semut ini takut ya Dut..."

Dudut: "Iya kalo takut git... kalo ternyata mereka temenan sama kecoaknya..."

Aku bilang: "Iyyeee..."

Selain temenan sama semut, kadang-kadang aku juga nemu kutu berkeliaran di mejaku. Kutu apa baby kecoak ya?? Entahlah... pokoknya bentuknya kayak kutu deh... Herannya... tak ada satupun di antara kami yang berusaha untuk membersihkan meja supaya kecoak-kecoak itu gak betah... Jorse' ya?? Kami pasrah aja sih... mungkin karena bentar lagi mau migrasi kantor... heheheheh...