Tuesday, March 28, 2006

Masih Juga Tentang Musik

Pindah-pindah Toko Kaset
Aku mau cerita tentang kunjungan ke toko-toko kaset weekend ini.

Hari Jum'at (24 Maret) aku ke PS, ternyata Disc Tarra yang ada di basement sudah raib entah kemana. Perasaan baru aja ke situ bareng tante-tante MM-UGM. Ya sudah... aku ke Duta Suara saja. Beli Samson pesenannya Ndulo, sama beli CD Jazz Masa Kini. CD Jazz Masa Kini-nya sih lumayan. Ada yang asik lagunya, ada juga yang tergolong jazz mumet. Sampe sekarang belum sempet mendengarkan ulang. Tapi bravo lah buat generasi baru jazz Indonesia!!

Hari Sabtu, aku jalan-jalan ke Gramedia Matraman, ceritanya ada teman yang nyari tas laptop. Liat-liat ke Disc Tarra, tapi gak ada yang asik.

Hari Minggu, bagaikan dapet jackpot... ternyata bisa kelar kuliah jam 1/2 5. Wah... masih ada 1 1/2 jam lagi sebelum berangkat ke airport. Kemana ya? Ya sudah, kali ini tujuannya adalah Duta Suara Jl. Sabang.

Dengan membawa kopian buku kuliah yang berat banget itu, aku pergi ke Duta Suara. Seperti biasa... naik ke pojokan khusus Jazz yang di lantai 2. Coba ya... duile... di situ menemukan CD-CD Jim Brickman dengan harga normal (yang disebut "gak normal" adalah harga impor), contohnya albumnya yang Grace.

Karena CD gak ada yang menarik (dan juga karena lagi agak2 ngirit), akhirnya muter di tempat kaset. Mborong Red Paradise (album-nya Java Jazz yang menduduki posisi kanan bawah), terus 1 album Dave Koz (sayangnya gak ada Lukiman - maksudnya Lucky Man, album Dave Koz yang kedua, tahun 1993), terus best collectionnya Stan Getz, sesepuh jazz saxophonist. Ceritanya lagi pengen menumbuhkan motivasi nih...

Oya, mbak-mbaknya yang di kasir baik banget. Dia liat kotak kaset Dave Koz agak pecah, terus dia ngingetin loh... wah... untung deh, aku agak kurang teliti waktu ngambil. Jadi ambil yang baru deh.

Jam 6 kurang 15, bentar lagi harus berangkat ke airport. Iseng-iseng aku pindah ke Duta Suara mungil yang terletak gak berapa jauh dari Duta Suara yang besar. Nah, di situ lebih banyak lagi CD Jim Brickman, termasuk Disney Storybook loh. Wauw... untungnya harganya sama (malah sedikit lebih mahal) dari yang aku beli. Jadi gak mengalami penyesalan. Hehehe...

Aku masih usaha nyari Lukiman. Di tempat CD gak ada. Terus kasetnya juga nowhere to be seen. Eh...tapi ketika aku berjalan ke arah pintu keluar. Aku melihat kaset Dave Koz yang The Dance, di rak nomor dua dari bawah. Ketika aku geser, di belakangnya ada kaset Saxophonic, geser lagi. BINGO!! Lukiman!! Setengah tak percaya, aku ambil kaset itu. Terus geser lagi... ternyata di belakangnya Saxophonic lagi, gak ada Lukiman lagi. Padahal udah janjian sama temanku, kalo nemu Lukiman, mesti beli 2.

Setengah memelas, aku minta ke mbaknya: "Ada lagi gak mbaak?". Dia telponin ke toko sebelah. Ternyata gak ada. "Kalo CD-nya mbak?". Akhirnya dibantu juga sama mas-mas yang lagi beres-beres kaset. Gak ada juga. Wuuuaaa... ya sudah beli 1 saja dulu. Itu aja udah untung bisa nemu. Duh, senangnya...

Ke Yamaha Gatsu
Hari Senin (27 Maret), akhirnya aku berhasil juga sampe di Yamaha yang di Jl. Gatot Subroto. Mau nanya-nanya kursus musik. Setelah bertanya sama mas-mas yang ada di depan, aku dan Ndoro menuju lantai 3, tempat les musik.

Waktu liftnya terbuka, jreng... sekelompok anak kecil dan babysitternya keluar dari lift. Gruduk, gruduk, gruduk. Hihihi... lucunya... Anak-anak itu memang lucu-lucu, tapi aku juga lucu, karena mau les bareng sama anak-anak kecil yang lucu-lucu itu!!

Mas-mas yang di sekolah musik sangat kooperatif dan informatif. Bahkan kita ditunjukin buku musik yang dipakai sebagai materi les piano pop. (hihi... padahal kita bukan nanya les piano). Pokoknya keluar dari situ tuh sambil tersenyum puas deh.

Nungguin Patti Austin & Dave Koz di ANTV
Malamnya, nungguin siaran ulang Java Jazz di ANTV, kebetulan kali ini artisnya Patti Austin feat. Dave Koz. Pulang kantor tuh mandi dulu, terus mulai nguprek-nguprek privia, leyeh-leyeh (niatnya tidur, tapi ga jadi), makan malam, nguprek-nguprek privia lagi. Akhirnya... jam 1/2 11 sampe juga ke acara yang ditunggu-tunggu.

Patti Austin suaranya pancen oye... duile... hidup alto!! Aku memang suka mendengar penyanyi-penyanyi jazz alto. Mungkin juga... itu yang mengawali pergaulanku dengan musik jazz. Penyanyi alto yang suaranya gede-gede itu.

Tapi sebenarnya yang ditunggu adalah Dave Koz. Aku belum puaaasss... nonton Dave Koz. Sepertinya Dave Koz-nya sengaja disimpan, aku sampe nyaris ketiduran di sofa depan TV. Untung Ndulo bolak-balik nanya: "Mana nih Dave Koz-nya?", "Yah... dia tiduuurrr... katanya nunggu Dave Koz..."

Akhirnya lagu Smoke Gets in Your Eyes (bahasa Indonesianya: kelilipan) yang ditunggu-tunggu datang juga. Dan Dave Koz pun keluar... Horeee... hihihi... dia memang menggemaskan. Ternyata Smoke Gets ini lagu nomor 2 dari akhir. Lagu terakhir, Dave Koz ikutan maen lagi sih. Kalo di acara live-nya, kata koran sih Dave Koz sempet main Keliru dan juga You Make Me Smile. Uh oh, sayang sekali berakhir di meja editor...

Tentang Dave Koz
Dave Koz itu ganteng, tapi banyak artis lain yang juga ganteng. Lagunya Dave Koz enak-enak, Smooth Jazz gitu loh, tapi banyak juga musisi lain yang lagunya enak. Jadi kenapa dong dia menjadi “special”?

Dave Koz itu… MENGGEMASKAN!! Itulah kesan yang aku terima ketika nonton live-nya. Aksi panggungnya lucu, dan ketika dia memainkan saxophone-nya, wah ekspresi wajahnya itu loh... hihihi... bikin pengen mencubit pipinya. That’s what make him “special”. Beda dengan Kenny G atau Michael Lington yang kesannya cool dan jaim.

Sebelum Java Jazz, aku gak begitu memperhatikan yang namanya Dave Koz, yah just another saxophone guy lah. Kalopun ada yang membuatku terkesan, itu adalah lagu You Make Me Smile. Karena lagu itu kesannya playful banget, jadi benar-benar membuatku pingin senyum ketika mendengarnya. Selebihnya, biasa aja.

Penampilan Dave Koz di Java Jazz kemaren telah mengubah image Dave Koz di mataku dan membuatku memiliki beberapa penyesalan kecil. Yang pertama nih, aku pernah jalan-jalan ke Gramedia Matraman, terus lihat kaset Golden Slumbers: A Father’s Lullabies, albumnya Dave Koz yang isinya nina bobok, tapi waktu itu aku gak beli. Yang kedua, aku pernah beli CD Bajakan di Mangdu, salah satunya Golden Slumbers itu, ternyata terbawa temanku ke Jayapura, karena aku terlalu cuek gak telpon-telpon dia waktu dia masih di Jakarta (kejadian itu sebelum aku ke Java Jazz). Nah, di Golden Slumbers itu ada lagu Over The Rainbow. Lagu itu adalah lagu yang dimainkan Dave Koz, tepat ketika aku harus meninggalkan JHCC. Jadi sekarang aku penasaran banget sama Golden Slumbers itu. Hiks…

Kesimpulannya, aku memang belum puas nonton Dave Koz di Java Jazz. Mr.Koz... ayoo... ke sini lagi dooonnnkkk...!!!

Wednesday, March 22, 2006

Musik itu...

...Bahasa Universal

Perhatikan potongan lagu di bawah ini:







Lagu tersebut adalah lagu Top 40 sepanjang masa: Balonku. Ketika lagu-lagu Sheila on 7 ataupun Dewa sudah mulai ditinggalkan penggemarnya, lagu Balonku tetap dinyanyikan oleh anak-anak balita di seluruh Indonesia. Untuk yang lebih terbiasa dengan not angka, tulisannya akan menjadi seperti ini:







Ketika lagu tersebut dimainkan oleh orang Jawa, orang Sunda, orang Batak, orang Padang, orang Bule, orang Cina, orang Negro, dst... bunyinya tetap sama: Balonku.

Ketika lagu tersebut dimainkan dengan piano, gitar, biola, saxophone, harpa, warna suaranya menjadi berbeda, tapi bunyinya tetap sama: Balonku.

Ketika lagu tersebut dimainkan dengan gaya Sonata-nya Mozart, di-Brickmanize, dinyanyikan dengan jeritan-jeritannya Candil, atau dihambarkan oleh Clayderman, nuansanya jadi berbeda, bunyinya bisa jadi beda, tapi esensinya tetap sama: Balonku.

Itulah musik... siapapun yang memainkannya dan bagaimanapun cara menyampaikannya, orang yang mendengarkannya tetap mengerti, bahwa si pemain hendak menyampaikan lagu yang sama. Dave Koz gak harus berusaha bicara dalam bahasa Indonesia untuk menghibur penonton di Hall BNI, Viky Sianipar tetap bisa bicara dalam bahasa Batak-nya ketika mengajak kita "jalan-jalan" ke daerah Toba.

Hmm.. Kembali ke 2002, lirik lagu yang cukup pas untuk menggambarkan keuniversalan musik adalah:

Music is a language
A message to be spread
With power to unite us
Bonded by a common thread.

Jadi daripada gontok-gontokan antar manusia, mendingan kita bermusik!!

Friday, March 10, 2006

JJF 2006: Day 2

Arrival @ JHCC
Kalo hari ini, pulang kuliah aku ke Alia dulu, abis itu berangkat bareng si Dedy. Begitu sampe di pintu masuk, lagi-lagi tas digeledah. Kali ini aku pake sedikit trick supaya roti hasil ngembat dari UGM dan Wafer Tango-nya gak ketahuan. Wafer Tangonya dicemplungin di dalam tas, terus di bagian atas tas aku taroh kantong plastik isi kemeja dan kantong plastik isi sandal. Begitu mas-masnya ngeliat isi tasku yang paling atas, dia langsung malas buat ngaduk-ngaduk tasku.

Setelah lewat gerbang X-Ray, kita beli majalahnya Java Jazz, berhadiah 2 buah gelang karet warna-warni dengan tulisan Java Jazz blah-blah-blah...

Begitu masuk... kita jadi bingung sendiri, mau ngapain dulu ya? Keliling di lobi sambil liat-liat souvenir, tapi penuh banget euy kios souvenirnya... mau milih-milih juga susah. Dedy sempet ngajakin makan dulu, tapi masa’ baru jam 5 udah makan sih... meskipun jam 5 termasuk ”jam aneh” yang cocok buat makan di Java Jazz, tapi kalo makannya terlalu sore, tengah malam nanti bisa kelaparan. Jam 17.15, kita mendekat ke Assembly Hall 1, untuk nonton Viky Sianipar.

Viky Sianipar
Sori, aku bukannya SARA ya, tapi hehe... masuk ke konsernya Viky itu, kesannya… batak banget!! Sempet terheran-heran waktu si Viky teriak: HORAS!! Dan para penonton lainnya spontan menjawab serentak: HORAS!! Uh-oh, jangan2 hanya kami aja penonton yang bukan berasal dari Sumatera Utara? Hihihi…

Mendengarkan Viky, rasanya seperti dibawa ke Danau Toba dan sekitarnya. Lagu-lagunya Viky bisa menciptakan suasana magis yang sama dengan suasana magis di Danau Toba.

Tapi si Viky-nya sendiri gak mirip dengan yang kubayangkan. Kalo liat foto di cover CD-nya, gak kebayang kalo orangnya kayak kemaren itu: yang aku lihat ini jauh lebih funky dan lucu.

Salah satu yang berkesan adalah waktu si Viky memperkenalkan pemain gondangnya yang bule. Katanya si bule ini tadinya pemain perkusi biasa, terus ketika datang ke Indonesia dia melihat bahwa musik perkusi di Indonesia sangat kaya, buat dia Indonesia itu adalah surga perkusi. Akhirnya dia tinggal di sini dan mempelajari alat musik perkusi tradisional Indonesia. Selama memperkenalkan si bule ini, mereka berkomunikasi pake bahasa Inggris, tapi kemudian ketika si Viky menanyai si bule ini dengan bahasa Sunda, si bule dengan fasihnya menjawab dengan bahasa Sunda juga!! Wuah.. lebih fasih dari aku pula.

Dari Viky, kita cari-cari souvenir lagi. Akhirnya liat-liat di Hall BNI. Dapet kaos polo meskipun ukurannya agak kegedean. Waktu bayar, baru nyadar kalo duit semakin menipis dan di situ gak ada ATM. Whoopps… gak boleh boros-boros kalo gitu. Lagian belum beli makan malam.

Zefa dan Makan Malam
Dari Hall BNI, kita cari makan. Beli makan di lantai 2 lagi. Nukerin token lagi 100rb. Beli mie goreng dan ice lemon tea. Trus kita liat balkonnya agak kosong, kayaknya asik kalo bisa makan di situ sambil menikmati pemandangan di bawah. Lagipula saat itu sedang berlangsung konser Zefa (pianis jazz berumur 11 tahun) di lobby.

Kita menemukan tempat kosong, tapi ternyata banyak sampah2 box makanan berserakan di situ...hmm... tapi ah sudahlah... makan di soto sampah-nya balubur aja bisa, masa’ di situ gak bisa... hehehe... Setelah menemukan posisi duduk yang cukup enak (dan berfoto-foto sebentar), kita pun mulai makan. Saking asiknya nontonin Zefa, juga orang-orang yang lalu lalang di bawah, gak sadar kalo ternyata tempat kita duduk itu udah terkepung sama orang-orang yang ngantre mau masuk Plenary Hall buat nonton Bob James. Weekkss... terpaksa nyelap-nyelip untuk menyelamatkan diri.

Di Lower Ground
Habis makan aku ngajakin untuk nonton Forte Band: A Tribute to Bill Saragih di ruangan Merak, lantai lower ground. Tapi... ketika menuju sana... kita malah nyangkut di beberapa kios. Salah satunya adalah kios Aquarius. Hihi... tapi terus inget masalah ketiadaan ATM... wuah... kalo gak bisa pake credit card, kita gak boleh beli apa-apa nih. Akhirnya beli CD-nya Park Drive (penasaran sama band-nya Rayen) dan Magic Fingers-nya Balawan ( I love Dance of Janger...)

Di sebelahnya ada kios Yamaha. Mampir juga… liat-liat Saxophone dan Clarinet lagi. Tapi aku agak-agak kecewa sama kios Yamaha ini. Seharusnya mereka pro aktif gitu kek… ketika mereka melihat aku tertarik sama barang2 mereka, mbok ya disamperin dan ditanyain: “Ada yang bisa saya bantu mbak?”

Jadinya aku yang menyapa mereka duluan. Udah gitu jawabnya juga ogah-ogahan. Yang paling sebel waktu aku nanya-nanya tentang kursus. Pertama nanya kursus Clarinet, katanya gak ada. Trus nanya kursus piano buat orang dewasa. Masa’ dia jawab gini: ”Ya bisa aja sih... asal tahan latihan jarinya aja.”. Ih, gimana sih... kita kan calon konsumen. Dengan jawabannya itu, artinya dia men-discourage kita untuk les piano.

Soal belajar piano setelah dewasa ini, aku punya teman-teman di PSM yang tadinya sama sekali gak bisa maen piano, terus karena bergaul dengan piano di PSM, akhirnya mereka bisa juga. Nah... yang gak pake guru aja bisa... apalagi kalo pake guru...

Oya, meskipun rada sebel-sebel gitu, akhirnya aku dapat buku piano Great Jazz di kios Yamaha itu.

Keluar dari kios Yamaha kita memutuskan untuk menguangkan token-token makan kita, supaya persediaan uang yang menipis bisa bertambah. Duh... lumayan... kalo sampe kepaksa pulang naik taksi... Kita sempet liat-liat Disc Tarra, untungnya gak ada yang menarik... jadi gak beli-beli lagi... terus pas liat ke ruangan Merak, yaahh... Forte Band-nya udah habis... dan jam juga sudah menunjukkan jam ½ 9, waktunya Gadiz and Bass di lobby JHCC.

Gadiz V & Bass G
Waktu nyampe di lobby, Big Band-nya UPH masih maen lagu terakhir. Kita pun langsung memposisikan diri di depan panggungnya si Gadiz & Bass. Langsung duduk lesehan di atas lantai marmer. Setelah UPH selesai, gak butuh waktu lama, Gadiz & Bass langsung mulai main.

Komentarku: Wauw!! Keren banget... anak SMP-SD gitu loh!! Si Gadiz sudah lebih menguasai panggung, sementara itu Bass banyakan diem. Aku bener-bener menikmati pertunjukkan mereka... meskipun sayangnya Beautiful Asia yang kutunggu-tunggu ternyata gak dimainin. Dan konser ini diakhiri dengan pertanyaan: ”Masih pengen belajar Clarinet Git?”. Wuahhh... aku kan sudah mengambil keputusan, jangan disetani lagi dunk.










15 menit terakhir dari konsernya G&B agak menyiksa... karena duduk di lantai marmer dan kena AC yang dingin banget itu, gigiku mulai bunyi... terus di tangan kananku mulai ada bercak gatel merah, yang kalo gak segera bergerak atau melakukan sesuatu, bisa bertambah banyak. Begitu konser berakhir, dan orang2 bubaran... aku langsung mengambil kaos polo yang tadi kubeli, dan melapisi kaosku dengan kaos polo itu. Hehe... kapan lagi ganti baju di tengah-tengah lobby-nya JHCC. Tapi enak, jadi hangat... Dan ternyata kaos polonya gak segede yang dibayangkan.

Kemudian kita menyalami Gadiz & Bass, terus foto-foto sama mereka. Hehe... paling gak, sempet foto sama artis lah... Setelah liat hasil foto dengan mereka, komentar Dedy: Aku jadi keliatan HITAM, kalo komentarku: Aku jadi keliatan BESAR.

Indra Lesmana & Reborn
Kemudian kita menuju ke konsernya Indra Lesmana, di Hall BNI. Hmmm.... sejujurnya aku berharap dia main swing macamnya Rumah Ketujuh... tapi kalo bareng reborn... aku sudah bisa menduga sih... pasti dia main jazz-jazz tipe pusing. Yah... gak pa-pa lah... meskipun gak bisa menikmati, tetep aja keren...

Dave Koz
Begitu Indra selesai main... kita langsung ambil posisi di depan stage sebelah tempat Indra main tadi. Di situ bakalan ada Dave Koz... duh malam banget sih... yang menyenangkan, persiapannya sejak Indra kelar, sampe Dave Koz siap tampil tuh gak memakan waktu lama.

Jam ½ 11, konsernya Dave Koz pun mulai. Aku gak tauk deh, kenapa di konser ini aku lose control, dan bener2 terbawa emosi. Gak biasanya aku bersorak-sorai heboh ketika nonton konser. Mungkin karena ternyata si Dave Koz itu lucu dan aksi panggungnya seru, jadi selain menikmati musiknya, kita juga dibikin ketawa sama tingkah Dave Koz dan musisi-musisinya. Mungkin juga karena sudah malam banget juga (mulai sedikit teler neehh..). Atau karena ini mata acara yang sangat ditunggu-tunggu, yang tadinya sempet terancam gak jadi nonton.










Sebelum membawakan Keliru, si Dave Koz berusaha berbicara dalam bahasa Indonesia, tapi ketauan nyonteknya... huehehehehe... tapi boleh lah usahanya. Oya, saking gak bisa diemnya si Dave Koz, foto-foto yang diambil jadi blur semua... hehehe... tapi ada juga yang cukup layak untuk dipajang di sini.

Yang sungguh menyebalkan, ketika kita keluar karena aku sudah dijemput, intro lagu Over The Rainbow mulai terdengar. Mendengar intro lagu tersebut, aku yang lagi berjalan nyelap-nyelip kerumunan orang udah gak inget orang2 sekitar, langsung aja aku ngerem mendadak dan berteriak: ”WAAAAA...!!! Over the Rainbow!!!!”. Yah... tapi terpaksa deh... ditinggalkan Over The Rainbownya, sudah kemalaman.

Malam ini jam 12 kurang ¼ sampai di Utan Kayu. Hmmm... tapi besok kan bisa longgar. Gak ada sekolah... gak usah ngantor... heheheheheh... (tersenyum puas)

JJF 2006: Day 1

Arrival @ JHCC
Pulang kuliah, aku langsung cabut ke JHCC. Sampe di pintu masuk JHCC… aku melihat setumpukan minuman dan snack di lantai. Itu apa ya? Wuah… ternyata ada razia makanan!! Sesuai dengan ketentuan yang tercantum di tiket, gak boleh bawa makanan ke dalam. Aku ikutan meletakkan botol air mineral-ku yang tinggal setengah penuh.

Sampe di dalam, yang pertama kulihat adalah orang, orang, dan orang melulu... Buanyak banget. Jadi agak-agak panik. How could I find my best friends kalo segitu penuhnya? Hehe… iya lupa, kan ada telepon. Tapi ketika aku nelpon Dedy pun, yang kedengaran justru latar belakang musik. Setelah sedikit berteriak-teriak, akhirnya ketauan juga kalo si Dedy dan Bulo lagi nonton Hiromi. Aku segera nyusul ke sana.

Hiromi
Konsernya Hiromi ada di Tebs Hall (Assembly Hall 3). Bulo keliatannya sangat menikmati, kalo Dedy bilang kadang2 agak mumet dengernya, aku sendiri cuma bisa terbengong-bengong ngeliat si Hiromi melakukan ”akrobat-akrobat jari” di pianonya. Uh oh, keren banget... lagunya memang kadang-kadang terlalu berat, tapi sebenernya harmoninya gak mumet-mumet banget, malah ”berat”-nya itu bisa dibilang dekat dengan ’berat”-nya musik klasik.

Si Hiromi main lagu yang dia persembahkan buat Bruce Lee dan Jackie Chan. Lucu banget. Dedy dan Bulo membayangkan lagu itu sebagai theme song-nya sebuah game, sedangkan aku membayangkan si Jackie Chan lagi mempraktekkan koreografi perkelahiannya yang selalu bikin aku pengen ketawa.

Michael Lington & Andi Rianto orch. feat. Shakila, Harvey Malaiholo, and Eric Bennet
Kelar dari Hiromi, kita langsung ngantre di Plennary Hall, mau nonton Michael Lington. Mayan panjang tuh antreannya. Di sini aku ketemu beberapa orang temen. Yang pertama adalah Erik Siahaan (PSM-ITB), huuuaaaa... Erik si Suara Emas!! dia bela-belain datang dari Medan untuk nonton selama 3 hari. Trus pengantre yang gak jauh di depan kita, ternyata adalah mas Aan (PSM-ITB) juga, tapi herannya tadi kok mas Aan gak ngeliat Erik ya?

Antrean semakin panjang, kita malah foto-foto di tengah antrean. Cheeezzz... Ketika pintu Plennary Hall dibuka, kita pun gruduk-gruduk masuk, dan segera berlari untuk mendapatkan tempat yang uwenak.

Kita dapat tempat berdiri lumayan ke depan. Gak lama Plennary Hall-nya terisi penuh. Dan acara pun dimulai. Michael Lington was a charming guy... Malam itu dia pake suit hitam, tapi keliatan sangat relaxed.




Di tengah-tengah konser, masuklah Shakila. She’s a beautiful lady with a beautiful voice, mereka bawain lagunya Joni Mitchell. Nah… kemudian si Lington panggil Harvey Malaiholo, ternyata mereka bawain salah satu lagu kenanganku: You’ve Got A Friend. ARRGGGHHH… keren banget. Mendengarkan lagu itu jadi membawa kenanganku kembali ke tahun 2002 yang indah. Aku cuma bisa terpesona waktu menikmatinya. Diam. Menatap ke atas panggung.


Setelah itu mereka juga menampilkan Eric Bennet dengan baju merah ngejrengnya.
Konser ditutup dengan Sorry Seems To Be The Hardest Word. Keluar dari Plennary Hall, aku ketemu Rino dan Melly (dua-duanya PSM).

Tompi
Dari Michael Lington, kita segera pindah ke Tompi di Telkomsel Hall. Akhirnya kesampean juga nonton Tompi secara live. Dia tuh ternyata live-nya lebih bagus dari di kaset. Bravo Tompi!! Yang unik, dia memperkenalkan anggota band-nya dengan cara menyanyi. Kalo kata Bulo: kayak Pantun Aceh aja... hihi... ya wajar dunk, si Tompi kan orang Aceh. Lagu terakhir-nya si Tompi adalah Selalu Denganmu, yang juga dibawakan lebih baik dari di CD.

Wafer Tango Kurma Madu
Dari Tompi, sebenarnya kita ngejar Maliq, tapi karena gak mulai-mulai dan perut sudah lapar, kita nongkrong di depan Hall BNI, dan ketemu si Yudi (BPS Simpruk). Mau beli makanan di Snack Bar, wuah... pake ngantre panjang. Akhirnya aku mengeluarkan hasil selundupan di tas: Tango Kurma Madu!! Sambil ndlosor di depan Hall BNI, kita makan Kurma Madu.

Si Erik memang sudah wanti-wanti, kalo bisa bawa makanan kecil yang bisa diselundupkan. Lumayan buat ganjel, karena kalo mau makan malam di jam normal, pasti ngantre. Jadi harus makan di jam yang abnormal, kalo gak malam banget, ya agak sorean. Erik sendiri katanya mau bawa sejenis energy bar gitu, cereal yang dimampatkan. Thanks ya E’i’, untuk sarannya...

Pameran Alat Musik
Karena Maliq gak mulai-mulai, jalan2 dulu ke Exhibition Hall B. Liat pameran alat musik. Segala macem alat musik ada di situ... yang elektronik, yang akustik, yang klasik, yang modern, yang mahal, yang murah. Tapi bisa dibilang kosong hall itu. Yang aneh... kok aku gak liat Yamaha ya? Hmm...

Maliq D’Essentials
Setelah melakukan transaksi di pameran alat musik, kita kembali ke Exhibition Hall A (Hall BNI), di situ Maliq sudah mulai. Hmm... tapi aku memang gak begitu bisa menikmati Maliq (atau karena lagi lapar berat ya?). Jadi gak usah comment ya.

Makan Malam
Kita hanya nonton 2 lagu di Maliq, karena rasanya sudah starving buanget... Setelah itu memutuskan untuk makan malam, dan berencana habis itu pulang. Makan malamnya di lantai 2. Sebelum beli makanan, kita mesti tukar uang jadi ”token” dulu. Token itu wujud fisiknya koin dari plastik. Kemudian token itu ditukarkan dengan kupon yang bertuliskan menu makanan, terakhir baru kupon menu itu ditukarkan dengan makanan. Rumit...

Menu makanan kita malam itu adalah Spaghetti! Kita memilih duduk di kursi-kursi rotan di lantai 2. Serasa di rumah deh... Kalo spaghetti-nya, rasanya biasa aja. Tapi karena sudah laper... ya sikat aja...

Selesai makan, kita poto-poto dulu di depan logo Jazz Zone dan juga di tempat artis-artis berfoto. Beberapa kali dengan gaya normal, gaya foto model, dan gaya ancur. Oya, logo Jazz Zone-nya lucu, membuat rambut kita jadi tampak merah.

Habis itu... kita pulang. Jam ½ 12 aku sampai di Utan Kayu.